Untuk info seminar dan mengundang sebagai pembicara seminar hubungi 021-7364885 atau via email: jarotwj@yahoo.com

Rabu, 28 Juli 2010

KISAH KUTU LONCAT

Keberhasilan anak dimasa depan sangat dipengaruhi oleh kecerdasan hati dan kecerdasan spiritualnya 80%, kecerdasan intelektual hanya mempengaruhi 20%. Kecerdasan hati ini diantaranya adalah keyakinan bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu yang biasa disebut self lmage atau gambar diri atau citra diri yang baik.

Suatu penelitian pernah diadakan terhadap beberapa kutu loncat. Jadi ini kisah mengenai kutu loncat. Seorang peneliti dari fakultas biologi meneliti kutu loncat. Cerita ini sebenarnya hasil sampingan dari penelitian, penelitiannya sendiri bukan mengenai hal ini. Ia meneliti untuk tujuan tertentu dan ia mengumpulkan kutu loncat dalam toples-toples dan ditutup dalam plastik. Namanya juga kutu loncat, kutu yang senang meloncat-loncat. Ketika dimasukkan kedalam toples, toples itu bunyinya riuh sekali, pletok…pletok..pletok..kenapa? Karena kutunya melompat dan membentur plastik tutup toples. turun lagi, lompat lagi, menabrak tutup yang dari plastik, dan berbunyi riuh sekali.

Beberapa minggu kemudian ia menjumpai bahwa sekelompok toples tidak ada bunyinya lagi. Kenapa tidak berbunyi? Apakah kutunya tidak melompat? Apakah sudah mati? Ketika ia melihat dalam toples, kutu yang sudah lama dimasukkan itu masih melompat, tetapi tidak setinggi ketika pertama kali dimasukkan. Rupanya ketika kutu itu melompat, menabrak plastk penutup berulang-ulang, nabrak, terpentok-pentok jadi sakit, lalu ia mulai menyesuaikan tinggi lompatannya supaya pas dengan ukuran tinggi toples. Karena toples itu sudah tidak dibutuhkan lagi maka si peneliti mulai membuka tutup toples. Plastik dibuka, dan yang cukup menarik ternyata si kutu tetap melompat rendah. Karena ternyata sudah 3 sampai 5 minggu, ia menyesuaikan diri dengan toples, sudah terbiasa dengan kondisi itu, bahkan ketika toples sudah dibukapun mereka tidak melompat tinggi, mungkin mereka berpikir masih ada penutup toplesnya.

Sering kejadian dan peristiwa-peristiwa gagal membuat seseorang mengukur dirinya ukuran saya hanya setinggi ini. Gagal itu menyakitkan, terbentur-bentur itu menyakitkan, dan orang tidak mau sakit untuk yang berikutnya lagi, maka dia mulai mengukur tingginya, mengukur kemampuannya, menaruh batas dalam pikirannya. Inilah batas untuk saya. Padahal sebenarnya, pada suatu ketika tutup itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah hilang. Karena naiknya tingkat kemampuan kita, sesuai dengan pertumbuhan, sesuai pertumbuhan pendidikan. Sesuai dengan pertambahan kemampuan, tetapi sering orang dengan bertambahnya pendidikan, bertambahnya usia dia masih menganggap bahwa batas itu ada. Orang yang menganggap dirinya tidak mampu melakukan sesuatu padahal dia mampu, apa batasnya? Dia berfikir bahwa tidak mampu itulah batasnya.

Penting sekali untuk mendidik anak-anak adalah menembus batas ini. Bagaimana cara melatih anak supaya anak mempunyai keyakinan yang tinggi, bahwa saya bisa melakukan sesuatu. Maka berikan anak target-target yang bisa dicapai. Target-target yang achievable. Kalau anak sering diberi target yang lebih tinggi, maka anak akhirnya merasa sebagai orang gagal, gagal dan gagal dan dia menaruh batasan dipikirannya saya orang gagal.

Contoh kalau anak bapak-ibu, saudara misalnya disekolahnya rangking 20, 30, maka jangan ditargetkan dia rangking 1. Dia akan merasa gagal. Kalau anak ibu nilai ulangannya matematika, PPKN, atau yang lain nilainya 5-6-5-5-4, berikan dia target 6,5 jangan diberi target 10. Berikan target yang bisa dia capai. Anaknya rangking 20 diberi target rangking 1, kalau kamu rangking 1 papa akan belikan hp, nanti dibelikan komputer. Rangking 20 disuruh rangking 1, anak akan berkata”Pa, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, tapi itu mustahil bagiku.” Anak tidak termotivasi.

Saya punya anak memang para juara, rangking 1, 5 besar, 6 besar, tapi anak saya nomer 2 juga pernah tidak rangking. Ketika dia hanya rangking 19 saja,”bagus dong pak, mendingan. Bagaimana mendingan? Satu kelas hanya 19 anak, dia menjadi rangking yang paling rendah di kelasnya. Maka saya beri dia target, kalau kamu bisa 15 besar. 15 besar itu maksudnya 4 dari bawah, tapi kalau 4 dari bawah itu konotasinya jelek sekali. Jadi saya bilang pada anak saya, kalau kamu bisa 15 besar.

Dia rangking 19, lalu diberi target rangking 15, dia akan merasa pasti bisa. Dia akan berjuang dan dia mendapat rangking 15. Saya bilang lagi kalau kamu bisa 12 besar, maksudnya sama dengan 6 dari bawah, tapi itu kata yang tidak bagus. Maka saya beri istilah 12 besar, dan dia naik menjadi 12 besar. Ketika anak diberi target achaiveable dia akan merasa saya bisa, saya mampu. Penting untuk mengumpan anak bahkan mengumpan diri sendiri. Mengumpan seseorang dengan keberhasilan-keberhasilan kecil yang bisa diraih. Karena dengan memberikan keberhasilan-keberhasilan kecil, dia akan muncul percaya diri, mampu bahwa saya bisa. Sikap mampu bahwa bisa itu sudah 50% bisa.

Banyak orang sebenarnya dia mampu berbuat sesuatu tapi dia berfikir saya tidak bisa. Maka dia tidak mencoba. Kenapa tidak mencoba? Karena dia berfikir bahwa dia tidak bisa. Banyak orang sebenarnya bisa tapi dia berfikir tidak bisa. Perlunya mengumpan anak dengan keberhasilan-keberhasilan kecil, target yang bisa dicapai. Kalau anak menilainya 4,5 nanti tidak naik kelas, berikan dia target 6 dulu. Karena dengan nilai 6 saja dia akan naik kelas. Tapi kita bisa naikkan target itu untuk semester berikutnya, target 6 bisa naikkan target 7.

Jadi anak diberi target sesuatu yang dia yakin dia bisa mencapai. Kita motivasi dengan sedikit tambahan motivasi. Dia akan mencoba dan kemungkinan besar dia akan meraihnya karena targetnya adalah target-target yang achivable. Memberikan target kepada anak berlebihan adalah hanya akan membuat anak itu sengsara. Dia mulai merasa tidak mampu, merasa gagal. Tumbuh sikap bahwa setiap orang yang gagal dan ia tidak akan pernah berhasil. Tumbuhkan citra diri anak, karena citra diri adalah bagian dari kecerdasan emosi yang membuat anak-anak berhasil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar