Intrapersonal inteligence adalah bagian dari emosional inteligence. Bagian dari Intrapersonal inteligence adalah self image atau gambar diri. Penting sekali seorang anak punya gambar diri yang baik, karena gambar diri mempengaruhi batas tertinggi yang bisa diraihnya. Gambar diri mempengaruhi bagaimana seseorang membawakan dirinya. Gambar diri mempengaruhi bagaimana sesorang berhubungan dengan orang lain.
Ada kisah nyata seorang yang bernama Victor Seribriakoff. Pada saat ia berumur limabelas tahun gurunya mengatakan kepadanya, bahwa ia tidak akan menyelesaikan sekolahnya, sebaiknya ia berhenti dan mempelajari sebuah keterampilan. Victor menerima nasehat itu dan selama tujuhbelas tahun berikutnya dia menjadii pengembara yang kerjanya serabutan. Waktu kecil ayahnya sering berkata kepada Victor bahwa dia adalah anak bodoh, dia marah pertama kali dibilang bodoh, tetapi ketika ibunya juga mengatakan bahwa ia anak bodoh, dia mulai berfikir, “Ayah bilang aku bodoh, Ibu bilang bodoh, mungkin aku memang bodoh.”
Ketika Victor masuk sekolah, gurunya juga mengatakan dia anak bodoh. Sudah banyak orang mengatakan dia bodoh, maka dia mulai berfikir bahwa dia bodoh. Dan ketika teman-temannya mengatakan dia bodoh, dia tidak marah. Kenapa dia tidak marah lagi? Karena ia sudah menilai dirinya sama seperti orang lain menilai dia. Karena memang gambar diri dipengaruhi oleh penilaian, perkataan, penghakiman, pernyataan orang lain. Maka sejak Victor menilai dirinya bodoh, maka ia berlaku seperti orang bodoh.
Singkat cerita, ketika Victor berumur tigapuluh tahun, dia melamar pekerjaan di sebuah perusahaan internasional, untuk menjadi office boy. Victor harus menjalani psichotest. Tes pertama untuk mengetahui berapa IQ-nya. Tes kedua untuk mengetahui temperamen dasarnya, agar tahu dia lebih tepat ditempatkan dimana. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata Victor memiliki IQ 161.
Pertanyaannya, mengapa orang ber-IQ tinggi prestasi akademik jelek? Jawabnya, karena memang untuk punya nilai akademis bagus tidak perlu IQ terlalu tinggi, cukup 110-120. Di atas 120 sering anak justru menjadi hiperaktif, 130 lebih merasa dirinya pandai, karena dia pandai, dia menganggap sudah bisa sehingga tidak lagi mendengarkan bila gurunya mengajar, ngobrol dengan yang lain atau sibuk dengan ide-ide di kepalanya. Akibatnya, ia dicap anak nakal, anak bodoh. Banyak anak dengan IQ diatas 130 justru bermasalah di rumah maupun di skeolah.
Makin tinggi IQ anak, justru bisa bermasalah karena IQ tinggi membuat seorang anak punya banyak ide di kepalanya. Karena idenya banyak, maka konsentrasinya jadi pendek. Dan hal ini juga yang terjadi pada Victor. Tetapi ketika ia mengetahui bahwa IQ-nya tinggi, ia tidak bodoh, tetapi justru jenius, maka ia mulai menilai dirinya, bahwa ia adalah orang yang pandai. Ketika Victor menilai dirinya pandai, ia mulai bertindak sebagaimana orang pandai. Dia tidak lagi menilai dirinya seperti orang tua, guru, dan teman-temannya yang menilai dirinya bodoh.
Meskipun Victor bekerja sebagai office boy, karena tidak ada pilihan lain, sebab ia tidak punya gelar, tetapi sambil bekerja dia mengambil sebuah sekolah semacam Kejar Paket C bila di Indonesia. Setelah itu ia mengambil kuliah malam. Dia tetap melanjutkan pekerjaannya sampai dia meraih gelar sarjana, bahkan sampai selesai S-2. Nama Victor Seribriakoff tertulis dalam daftar nama ketua International Mensa Society, sebuah lembaga orang-orang pandai di Amerika. Untuk masuk dalam klub itu syarat yang pertama adalah IQ minimal 140.
Hidup Victor berubah ketika dia penilaian atas dirinya berubah. Ketika Victor nenilai dirinya bodoh seperti kata orang, maka dia mulai bertingkah laku seperti orang bodoh, tetapi ketika Victor menilai dirinya pandai, dia mulai bertingkah laku seperti orang pandai. Hidupnya menjadi efektif dan produktif, karena dia melihat dirinya dengan sudut pandang yang berbeda. Karena itu pandanglah dirimu dengan apa yang baik yang ada padamu.
Bagi para orang tua, ajarlah anak-anak memandang dirinya dari hal yang positif. Caranya pandanglah anak-anak dengan cara yang positif. Kalau kita melihat anak-anak kita dari sisi negatifnya saja, anakpun menilai dirinya negatif. Seorang anak mungkin pelupa, bisa pegang uang, boros, selalu berbagi dengan temannya, nilai matematikanya jelek, tidak disipilin, dan itu terus yang engkau lihat dari anakmu. Tetapi lihat dari sisi lain, anak seperti itu biasanya sanguin, dan dia juga punya kelebihan. Dia jujur, periang, suka berbicara, dan banyak teman.
Jadi perhatikan kalau engkau bisa menilai ada yang positif dari anakmu, katakan yang baiknya tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya baik. Tetapi bila engkau suka mengatakan yang negatif tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya negatif. Setiap anak, setiap manusia punya kelebihan dan punya kekuranga. Nilai dan ucapkan kelebihan dan kebaikannya, agar mereka bertindak baik sesuai dengan kelebihannya.
Ada kisah nyata seorang yang bernama Victor Seribriakoff. Pada saat ia berumur limabelas tahun gurunya mengatakan kepadanya, bahwa ia tidak akan menyelesaikan sekolahnya, sebaiknya ia berhenti dan mempelajari sebuah keterampilan. Victor menerima nasehat itu dan selama tujuhbelas tahun berikutnya dia menjadii pengembara yang kerjanya serabutan. Waktu kecil ayahnya sering berkata kepada Victor bahwa dia adalah anak bodoh, dia marah pertama kali dibilang bodoh, tetapi ketika ibunya juga mengatakan bahwa ia anak bodoh, dia mulai berfikir, “Ayah bilang aku bodoh, Ibu bilang bodoh, mungkin aku memang bodoh.”
Ketika Victor masuk sekolah, gurunya juga mengatakan dia anak bodoh. Sudah banyak orang mengatakan dia bodoh, maka dia mulai berfikir bahwa dia bodoh. Dan ketika teman-temannya mengatakan dia bodoh, dia tidak marah. Kenapa dia tidak marah lagi? Karena ia sudah menilai dirinya sama seperti orang lain menilai dia. Karena memang gambar diri dipengaruhi oleh penilaian, perkataan, penghakiman, pernyataan orang lain. Maka sejak Victor menilai dirinya bodoh, maka ia berlaku seperti orang bodoh.
Singkat cerita, ketika Victor berumur tigapuluh tahun, dia melamar pekerjaan di sebuah perusahaan internasional, untuk menjadi office boy. Victor harus menjalani psichotest. Tes pertama untuk mengetahui berapa IQ-nya. Tes kedua untuk mengetahui temperamen dasarnya, agar tahu dia lebih tepat ditempatkan dimana. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata Victor memiliki IQ 161.
Pertanyaannya, mengapa orang ber-IQ tinggi prestasi akademik jelek? Jawabnya, karena memang untuk punya nilai akademis bagus tidak perlu IQ terlalu tinggi, cukup 110-120. Di atas 120 sering anak justru menjadi hiperaktif, 130 lebih merasa dirinya pandai, karena dia pandai, dia menganggap sudah bisa sehingga tidak lagi mendengarkan bila gurunya mengajar, ngobrol dengan yang lain atau sibuk dengan ide-ide di kepalanya. Akibatnya, ia dicap anak nakal, anak bodoh. Banyak anak dengan IQ diatas 130 justru bermasalah di rumah maupun di skeolah.
Makin tinggi IQ anak, justru bisa bermasalah karena IQ tinggi membuat seorang anak punya banyak ide di kepalanya. Karena idenya banyak, maka konsentrasinya jadi pendek. Dan hal ini juga yang terjadi pada Victor. Tetapi ketika ia mengetahui bahwa IQ-nya tinggi, ia tidak bodoh, tetapi justru jenius, maka ia mulai menilai dirinya, bahwa ia adalah orang yang pandai. Ketika Victor menilai dirinya pandai, ia mulai bertindak sebagaimana orang pandai. Dia tidak lagi menilai dirinya seperti orang tua, guru, dan teman-temannya yang menilai dirinya bodoh.
Meskipun Victor bekerja sebagai office boy, karena tidak ada pilihan lain, sebab ia tidak punya gelar, tetapi sambil bekerja dia mengambil sebuah sekolah semacam Kejar Paket C bila di Indonesia. Setelah itu ia mengambil kuliah malam. Dia tetap melanjutkan pekerjaannya sampai dia meraih gelar sarjana, bahkan sampai selesai S-2. Nama Victor Seribriakoff tertulis dalam daftar nama ketua International Mensa Society, sebuah lembaga orang-orang pandai di Amerika. Untuk masuk dalam klub itu syarat yang pertama adalah IQ minimal 140.
Hidup Victor berubah ketika dia penilaian atas dirinya berubah. Ketika Victor nenilai dirinya bodoh seperti kata orang, maka dia mulai bertingkah laku seperti orang bodoh, tetapi ketika Victor menilai dirinya pandai, dia mulai bertingkah laku seperti orang pandai. Hidupnya menjadi efektif dan produktif, karena dia melihat dirinya dengan sudut pandang yang berbeda. Karena itu pandanglah dirimu dengan apa yang baik yang ada padamu.
Bagi para orang tua, ajarlah anak-anak memandang dirinya dari hal yang positif. Caranya pandanglah anak-anak dengan cara yang positif. Kalau kita melihat anak-anak kita dari sisi negatifnya saja, anakpun menilai dirinya negatif. Seorang anak mungkin pelupa, bisa pegang uang, boros, selalu berbagi dengan temannya, nilai matematikanya jelek, tidak disipilin, dan itu terus yang engkau lihat dari anakmu. Tetapi lihat dari sisi lain, anak seperti itu biasanya sanguin, dan dia juga punya kelebihan. Dia jujur, periang, suka berbicara, dan banyak teman.
Jadi perhatikan kalau engkau bisa menilai ada yang positif dari anakmu, katakan yang baiknya tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya baik. Tetapi bila engkau suka mengatakan yang negatif tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya negatif. Setiap anak, setiap manusia punya kelebihan dan punya kekuranga. Nilai dan ucapkan kelebihan dan kebaikannya, agar mereka bertindak baik sesuai dengan kelebihannya.
penulisan nama yg benar= VICTOR SEREBRIAKOFF
BalasHapus