Untuk info seminar dan mengundang sebagai pembicara seminar hubungi 021-7364885 atau via email: jarotwj@yahoo.com

Minggu, 18 Juli 2010

BERANI BERBICARA :KISAH SI GAGAP

Ada beberapa kelompok masyarakat atau negara-negara tertentu kurang suka membaca. Contohnya di Indonesia orang-orang kurang suka membaca, jangankan buku yang tebal, buku yang tipis saja belum tentu mau dibaca. Tetapi orang-orang Eropa, Amerika lebih suka membaca. Lihat saja, kalau mereka datang ke Indonesia, mereka antri tiket sambil memegang buku yang cukup tebal, entah novel, atau apapun, mereka membaca. Sambil menunggu take off pesawat mereka membaca. Mereka liburan ke Bali 3 hari, 1 hari, mungkin di satu lokasi, berjemur di pantai sambil membaca, lalu istirahat, makan, tidak lama kemudian baca lagi.

Jadi orang asing, Eropa khususnya, mereka ke Bali liburan satu hari, 1 atau 2 lokasi saja mereka santai, berjemur di pantai mereka baca. Orang indonesia tidak suka membaca. Mereka liburan ke Bali 1 hari mengunjungi 7 lokasi, datang, potret, lalu pindah, datang, potret lalu pindah. Mereka ke Hongkong juga begitu, 1 hari 5 lokasi, datang satu tempat, potret, pindah, potret, pindah. Maka orang indonesia pulang liburan, badannya sakit, kelelahan, kenapa? Karena terlalu banyak jalan. Saya sering bertanya kepada teman-teman ”kamu itu liburan apa kerja bakti? kok pulang-pulang kelelahan?” Untuk kelompok masyarakat seperti kita yang kurang suka membaca, maka menerbitkan buku terlalu tebal itu beresiko, kecuali bukunya terkenal dan laku.

Ada kisah tentang sebuah penerbit yang menerbitkan buku terlalu tebal. Padahal masih pemula. Karena itu bukunya sulit sekali dijual. Mereka mulai berfikir bagaimana menghabiskan buku ini. Kalau dijual di toko, dipajang begitu saja, mengharapkan orang datang susah sekali. Belum lagi diskon yang diminta nasional departemen store cukup tinggi bisa 40, 45 bahkan 50% ada listing fee, admin fee, jurning fee, biaya promosi dan sebagainya.

Maka si penerbit ini mulai berfikir, bagaimana kalau dijual secara langsung, disodorkan ke orang-orang atau door to door. Kemudian mereka merekrut salesmen tanpa gaji, komisinya saja dibuat 50%. Maka ternyata komosi 50% dari omzet itu menarik sekali bagi para salesman. Banyak yang melamar.

Salah satu pelamar yang gagap ditolak oleh resepsionis,”Kamu tidak boleh ikut jualan, tidak bisa jadi salesman, di sini dibutuhkan salesman bukan office boy.”
Si pelamar menjawab dengan tergagap-gagap,”Sa..sa..saya ju..ju..juga ma..ma.mau ja..ja..jadi sa..sa..sales.”

“Kamu orang gagap, bicara saja tidak lancar, mau jadi sales, pasti tidak bisa.”

“Sa..sa..saya bi..bisa, co..co..coba sa..saja du..du..dulu.”

“Sudah, sudah, tidak diterima!”

“To..tolong..ka..ka..kasih ke..ke..kesempatan du..dulu. Kan..pee..pe..nerbit ti..tidak ru..ru..rugi kan ti..tidak pakai ga..ga...ji..”

Karena si pelamar ngotot, akhirnya ia diberi kesempatan. Betul juga tidak pakai gaji, karena kalau gagalpun tidak rugi.

Akhirnya kepala marketingnya berkata “ini tiga buku, coba kamu jual kalau dalam 3 hari tidak habis, berarti kamu tidak bisa jualan, kembalikan!”

Si gagap membawa 3 buku itu lalu pergi. Sebelum makan siang, ia kembali ke kantor, setor uang hasil jualan buku, lalu minta buku 3 lagi. Sebelum sore hari, ia kembali lagi, setor uang jualan, lalu ambil 3 buku lagi.

Kepala marketing berkata ”Jangan terlalu bersemangat, nanti kamu sakit. Pulang saja, istirahat, besok saja datang lagi.”

Esoknya, Si gagap datang pagi sekali mengambil lima buku. Belum makan siang setor uangnya, ambil lima buku. Menjelang sore ia setor uang ambil lima buku lagi. Begitu seterusnya sampai akhir bulan. Akhirnya Si Gagap ini menjadi sales terbaik.

Kemudian diadakan gathering, semua sales kumpul. Dan semua sales tidak dapat menahan keingin-tahuannya tentang keberhasilan Si Gagap.

Mereka mulai berteriak-teriak, ”Wah hebat gagap! kamu menjadi salesmen terbaik. Ayo dong cerita, bagi-bagi ilmu, bagaimana cara jualannya.”

Mulanya ia tidak mau bicara, tetapi setelah dipaksa, akhirnya Si Gagap maju ke depan, ia memegang mikrofon, lalu ia mulai bersaksi dengan tergagap-gagap,”Ga..gampang kok ca..cara ju..ju..jualan bu..bu..buku, saya ha..hanya ca..ca..cari calon pem..pembeli, la..lalu sa..saya bi..bicara sa..sama di..dia, mau be..be..beli atau ma..mau di..diba..bacain?”

Yah tentu saja orang tidak mau dibacain. Dibacain 5 halaman saja, darah tinggi naik, dibacain 10 halaman bisa budrek, bicara saja seperti itu. Karena itu orang lebih memilih beli daripada dibacain oleh Si Gagap.

Kisah ini saya sampaikan hanya untuk menunjukkan, bahwa kalau ada niat, pasti ada jalan. Disamping itu, orang harus berani bicara walaupun bahasanya tidak baik. Apa artinya orang punya tata bahasa luar biasa, pelajaran bahasanya bagus, tata bahasanya bagus, pellingnya bagus, pronounsesionnya bagus, grammarnya bagus, bisa menulis halus, titik koma tidak salah. Tapi kalau tidak berani berbicara, maka dia juga tidak akan sukses. Dalam hal linguistik intelejen, maka berani berbicara itu penting. Apa artinya orang pandai, kalau tidak berani berbicara. Maka orang lain juga tidak tahu bahwa dia itu pandai. Dalam hal berbahasa, selain tata bahasa, menulis cepat, menulis halus, maka yang cukup penting orang itu berani berbicara. Bahkan yang gagap saja kalau ia berani berbicara, maka ada kesempatan bagi dia untuk sukses.

Maka dari itu, terapi anak-anakmu, didik anakmu, untuk berani berbicara. Kalau ada masalah di antara anak-anak, sering orang indonesia berkata kepada anaknya ”diam” tidak usah banyak omong, pokoknya kamu yang salah. Jadi anak tidak dilatih untuk berani berbicara. Ini terbalik, justru orangtua harus berkata kepada anaknya,”Mengapa kamu begitu? Ayo cerita..” Biarkan kakaknya cerita, lalu ganti adiknya, kenapa kamu begitu? biarkan ia mengungkapkan pendapatnya. Dengan mendengar dan cukup mendengar kita akan menjadi orangtua yang cukup bijaksana. Karena kita bisa mengadili dengan adil, siapa yang salah? Dua-duanya yang salah, seberapa besar salahnya. Tapi kalau kita tidak mendengar, selain kita tidak menjadi orangtua yang bijaksana dan adil, maka anak tidak terbiasa berbicara dan tidak berani berbicara. Padahal berani berbicara adalah aspek yang penting di dalam membuat seseorang itu berhasil nantinya.

Orang tidak senang berbicara nanti menikahpun pasangannya bisa kesepian. Karena punya pasangan yang hanya bicara pendek-pendek. Ia tidak biasa mengeluarkan isi hatinya. Kalau yang gagap, tetapi berani berbicara, ia saja bisa sukses, apalagi yang tidak gagap, kalau ia berani berbicara, maka ia akan sukses.

Banyak orang yang sebenarnya tidak punya kelemahan dalam hal berbicara, tetapi ia tidak berani berbicara. Sebenarnya ia punya kelemahan dalam hatinya, ia minder, tidak percaya diri. Ia merasa ada yang salah dalam dirinya, maka ia menjadi tidak berani berbicara. Karena itu, latihlah dirimu untuk berani berbicara, sebab berani berbicara adalah salah satu kunci sukses.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar