Untuk sukses seseorang perlu memiliki sikap bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Tidak minta dikasihani, bagaimanapun keadaan dirinya. Saya akan perjelas prinsip ini dengan kisah nyata dari Borg Will Dale seorang yang memiliki kelemahan fisik, yaitu cacat pada matanya.
Dalam bukunya yang berjudul I want too see. Borg berkata, “Saya hanya punya satu mata, itupun hampir tertutup seluruhnya oleh selaput, sehingga saya hanya bisa melihat melalui celah kecil mata saya sebelah kiri. Saya hanya bisa membaca buku kalau buku itu saya pegang dekat-dekat dengan muka dan dengan sekuat tenaga saya pusatkan penglihatan saya melalui celah kecil di mata saya sebelah kiri. “
Walaupun demikian Borg tidak minta dikasihani, ia tidak mau diistimewakan, ia ingin seperti orang lain. Sebagai anak kecil ia ingin ikut main jingkrak-jingkrat dengan gadis kecil lainnya, akan tetapi ia tidak bisa melihat garis di tanah oleh karena itu setelah anak-anak yang lain berhenti bermain dan pulang, bork merangkak di tanah sambil mendekatkan matanya ketanah untuk melihat garis-garis batas permainan tersebut dan menghafalkannya. Setiap garis dan tanda diamati betul-betul sedikit demi sedikit, akhirnya dia hafal dan dapat ikut bermain dengan baik. Di rumah ia senang membaca tapi buku yang akan dia baca harus didekatkan ke matanya sampai bulu matanya menyentuh setiap halaman buku.
Kegigihannya membuat ia berhasil meraih dua gelar kesarjanaan: BE atau Sarjana Muda, dari Universitas Minnesota dan Master of Art dari Universitas Colombia. Ia mengajar di sebuah dusun kecil Twinnfelli, Minnesota. Dan pada akhirnya Ia naik menjadi guru besar jurnalistik dan sastra di Augustanna College di Souk Folk South Dakota, di sana ia mengajar selama tiga belas tahun memberi ceramah pada perkumpulan wanita dan memberikan pidato radio mengulas tentang buku dan penulis.
“Dalam benak saya, Saya selalu dibayangi oleh rasa takut yang mengerikan. Takut kalau-kalau saya menjadi buta sama sekali.” kata Borg, “Untuk mengatasi masalah ini saya berusaha bersikap tenang, berusaha selalu hidup riang dan gembira.
Pada tahun 1943 ketika ia berusia 50 tahun, terjadi mujizat. Operasi mata yang dijalaninya di Mayo Clinic berhasil dengan baik. Ia dapat melihat empat puluh kali lebih baik dari sebelumnya. Dunia baru yang indah dan menarik terpampang di depan matanya, bahkan saat mencuci piring pun membuat ia sangat gembira dan kagum. Ia bercerita, “Saya lantas bermain dengan buih-buih sabun yang ada dalam bak cuci. Saya memasukkan tangan saya ke dalamnya, mengambil bola kecil buih sabun tersebut. Bola-bola kecil itu saya angkat melawan cahaya dan terlihat pemandangan indah menawan hati. Karena setiap bola itu bagaikan pelangi kecil dengan warna beraneka ragam dan cemerlang berkilauan.”
Perjuangan yang gigih seorang yang tadinya hanya bisa samar-samar melihat, tetapi ia punya prinsip hidup luar biasa. Ia tidak mau diistimewakan, ia tidak mau mendapat belas kasihan dalam arti dikasihani, tetapi ia mengambil sikap untuk berdikari, ia mengambil sikap untuk bertanggung-jawab dalam hidupnya. Itulah yang membuat seorang Borg Will Dale berhasil dalam hidupnya.
Kata-kata penutup dalam bukunya adalah: “Ya Tuhan Bapa kami yang ada di Surga, saya mengucap syukur di hadirat-Mu, saya sangat berterima kasih atas anugerah-Mu ini.”
Seorang yang bersyukur, optimis, sikap positif, padahal memiliki kelemahan cacat fisik. Betapa banyak orang tidak punya cacat fisik tapi memiliki cacat hati, tidak pernah bisa bersyukur dengan apa yang ia miliki. Oleh sebab itu, kembangkanlah sikap positif, bersyukur dengan apa yang ada padamu, karena itulah jalan raya menuju sukses.
Dalam bukunya yang berjudul I want too see. Borg berkata, “Saya hanya punya satu mata, itupun hampir tertutup seluruhnya oleh selaput, sehingga saya hanya bisa melihat melalui celah kecil mata saya sebelah kiri. Saya hanya bisa membaca buku kalau buku itu saya pegang dekat-dekat dengan muka dan dengan sekuat tenaga saya pusatkan penglihatan saya melalui celah kecil di mata saya sebelah kiri. “
Walaupun demikian Borg tidak minta dikasihani, ia tidak mau diistimewakan, ia ingin seperti orang lain. Sebagai anak kecil ia ingin ikut main jingkrak-jingkrat dengan gadis kecil lainnya, akan tetapi ia tidak bisa melihat garis di tanah oleh karena itu setelah anak-anak yang lain berhenti bermain dan pulang, bork merangkak di tanah sambil mendekatkan matanya ketanah untuk melihat garis-garis batas permainan tersebut dan menghafalkannya. Setiap garis dan tanda diamati betul-betul sedikit demi sedikit, akhirnya dia hafal dan dapat ikut bermain dengan baik. Di rumah ia senang membaca tapi buku yang akan dia baca harus didekatkan ke matanya sampai bulu matanya menyentuh setiap halaman buku.
Kegigihannya membuat ia berhasil meraih dua gelar kesarjanaan: BE atau Sarjana Muda, dari Universitas Minnesota dan Master of Art dari Universitas Colombia. Ia mengajar di sebuah dusun kecil Twinnfelli, Minnesota. Dan pada akhirnya Ia naik menjadi guru besar jurnalistik dan sastra di Augustanna College di Souk Folk South Dakota, di sana ia mengajar selama tiga belas tahun memberi ceramah pada perkumpulan wanita dan memberikan pidato radio mengulas tentang buku dan penulis.
“Dalam benak saya, Saya selalu dibayangi oleh rasa takut yang mengerikan. Takut kalau-kalau saya menjadi buta sama sekali.” kata Borg, “Untuk mengatasi masalah ini saya berusaha bersikap tenang, berusaha selalu hidup riang dan gembira.
Pada tahun 1943 ketika ia berusia 50 tahun, terjadi mujizat. Operasi mata yang dijalaninya di Mayo Clinic berhasil dengan baik. Ia dapat melihat empat puluh kali lebih baik dari sebelumnya. Dunia baru yang indah dan menarik terpampang di depan matanya, bahkan saat mencuci piring pun membuat ia sangat gembira dan kagum. Ia bercerita, “Saya lantas bermain dengan buih-buih sabun yang ada dalam bak cuci. Saya memasukkan tangan saya ke dalamnya, mengambil bola kecil buih sabun tersebut. Bola-bola kecil itu saya angkat melawan cahaya dan terlihat pemandangan indah menawan hati. Karena setiap bola itu bagaikan pelangi kecil dengan warna beraneka ragam dan cemerlang berkilauan.”
Perjuangan yang gigih seorang yang tadinya hanya bisa samar-samar melihat, tetapi ia punya prinsip hidup luar biasa. Ia tidak mau diistimewakan, ia tidak mau mendapat belas kasihan dalam arti dikasihani, tetapi ia mengambil sikap untuk berdikari, ia mengambil sikap untuk bertanggung-jawab dalam hidupnya. Itulah yang membuat seorang Borg Will Dale berhasil dalam hidupnya.
Kata-kata penutup dalam bukunya adalah: “Ya Tuhan Bapa kami yang ada di Surga, saya mengucap syukur di hadirat-Mu, saya sangat berterima kasih atas anugerah-Mu ini.”
Seorang yang bersyukur, optimis, sikap positif, padahal memiliki kelemahan cacat fisik. Betapa banyak orang tidak punya cacat fisik tapi memiliki cacat hati, tidak pernah bisa bersyukur dengan apa yang ia miliki. Oleh sebab itu, kembangkanlah sikap positif, bersyukur dengan apa yang ada padamu, karena itulah jalan raya menuju sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar