Untuk info seminar dan mengundang sebagai pembicara seminar hubungi 021-7364885 atau via email: jarotwj@yahoo.com

Rabu, 25 Agustus 2010

MENEMBUS BATAS FISIK

Semua orang ingin sukses tapi banyak halangan untuk sukses. Dan halangan terbesar bukan di luar dirinya, tapi di dalam dirinya, yaitu di dalam pikirannya. Ada orang yang berfikir bahwa keadaan fisik menghalangi dia untuk sukses atau maju. Apakah benar fisik bisa menghalangi kita untuk sukses?

Terlalu banyak kisah tentang orang-orang yang memiliki kelemahan fisik, justru sukses dan berhasil di bidang yang dipengaruhi oleh hal kelemahannya tersebut.

Shakespeare, seorang seniman terkenal kelas dunia, adalah orang yang lumpuh. Namun ia berkarya dan dikenal sebagai seniman besar, sutradara opera kelas dunia.

Bethooven yang musik klasiknya masih diputar dan dimainkan hingga hari ini, adalah seorang yang memiliki kelemahan dalam pendengarannya. John Milton seorang pengarang sajak di Inggris, adalah orang yang buta. John Kennedy, presiden Amerika Serikat mengalami cidera tulang belakang yang parah. Hitler adalah seorang yang kecil an pendek, tetapi menjadi pemimpin Jerman yang ditakuti. Jadi kelemahan fisik bukan halangan untuk sukses.

Saya pernah melihat film biografi tentang Lena Maria, seorang wanita yang cacat. Ia tidak memiliki kedua tangan dan kakinya besar dan panjang sebelah. Ia memasak, melukis, memainkan piano, dan mengendarai mobil dengan kakinya yang besar. Tetapi juara dalam olah raga renang, bahkan ia pernah mendapat medali emas di usia 16 tahun mewakili negaranya, Brasil. Yang menarik bagi saya adalah, ia menikah.

Nah, berapa banyak orang yang memiliki tangan dan tidak menikah karena mengalami kekurangan yang tidak separah Lena Maria? Mungkin tangannya lengkap, kakinya lengkap, tapi hanya karena gemuk, atau hanya karena hidungnya kurang bagus, dan dia tidak berani menikah. Setiap malam sambil tidur ia menatapi langit-langit sambil berkata, “Kawin nggak ya, kawin nggak ya..? Apa ada yang mau dengan saya.”

Kalau engkau terlalu perhatian pada kelemahan fisikmu, maka engkau berfikir itu halangan untuk sukses. Padahal keadaan fisik bukan halangan untuk sukses. Lihat saja orang yang sukses dalam bidang seni, bidang entertainmen tidak harus cantik dan bertubuh stremline. Lihat saja acara Extravagansa di salah satu stasiun TV Swasta, pemainnya adalah orang-orang yang ‘extra’ semuanya. Ada yang extra gemuk, ada yang extra kurus, ada extra tinggi, ada extra pendek, dan mereka juga menjadi artis. Jadi menjadi artis itu tidak harus berbadan bagus. Yang gemuk sekali, yang kurus sekali, yang tinggi sekali, yang pendek sekali, mereka bisa sukses. Bahkan ada yang biasa-biasa saja juga bisa sukses. Mereka yang memiliki kelemahan fisik, tapi bisa sukses, karena mereka berfikir bahwa kelemahan fisiknya bukan halangan untuk maju. Jadi halangan itu bukan fisik, tetapi halangan itu sering adalah pikiran Anda sendiri. Kalau Anda berpikir fisik adalah halangan, maka pikiran Anda itulah yang menghalangi Anda.

Semua orang, apapun bentuk fisiknya, punya hak untuk sukses. Kalau keberhasilan seseorang dipengaruhi oleh kondisi fisiknya, berarti Tuhan tidak adil. Karena keadaan fisik bukan keputusan manusia sebelum ia dilahirkan ia mengambil keputusan ingin seperti apa, tetapi keadaan fisik adalah keputusan Tuhan saat ia lahir sudah seperti itu. Tetapi keberhasilan terutama bukan dipengaruhi fisik, tetapi dipengaruhi hati. Ketabahan, keuletan, kegigihan. Kalau keberhasilan dipengaruhi hati, maka Tuhan adil. Karena sikap hati ada di tangan kita, kehendak bebas ada di tangan kita. Kita sendiri bebas mengambil keputusan, mau mengampuni atau mau marah, mau rajin atau mau malas, mau ceria atau mau murung, mau tidur atau mau bangun untuk bekerja, itu semua ada pada sikap hati kita sendiri. Dan itulah yang mempengaruhi keberhasilan kita. Kalau kita berpikir fisik bukan halangan, maka fisik bukan halangan. Kita punya hak yang sama untuk sukses, apapun keadaan fisik kita.

MENEMBUS BATAS EKONOMI

Semua orang ingin sukses.Tapi banyak orang tidak sukses, karena terlalu banyak halangan. Dan halangan itu bukan di luar dirinya, tapi dalam pikirannya sendiri.

Ada orang yang berfikir bahwa dia miskin. Jadi keadaan ekonomi dianggap sebagai batas. Ada orang berfikir bahwa keadaan ekonomi yang tidak bagus, tidak ada uang, tidak punya modal, itulah yang menghalangi dia untuk sukses. Memang uang itu penting, tetapi bukan segala-galanya. Miskin bukan halangan untuk kaya, justru bisa menjadi pendorong atau motivasi yang kuat sekali untuk menjadi kaya.

Banyak orang-orang sukses yang dulunya berasal dari orang-orang miskin. Tahukah Anda, bahawa Jackie Chan, bintang film Hongkong di Amerika yang berpenghasilan lebih dari 50 Juta US Dollar pertahun, pernah dijual oleh orang tuanya seharga 26 Dolar kepada seorang dokter kandungan, karena mereka tidak bisa memberi makanan kepada anaknya.

Mantan Perdana Menteri Malaysia, dr. Mahathir Muhhamad, lahir dari keluarga yang miskin. Studinya terhenti oleh Perang Dunia II. Dan ia menggunakan kesempatan itu untuk membuaka warung yang menjual minuman, roti dan buah. Kemudian ia menjual kerajinan. Ia pernah bekerja sebagai pesuruh di sebuah kantor distrik, sebelum ia masuk kuliah kedokteran dan akhirnya ia sukses. Ia juga pernah hidup dalam kemiskinan.

Di Indonesia, kita mengenal Lim Siu Liong (1916). Ia datang ke Indonesia pada usia 22 tahun tanpa uang. Ia bekerja sebagai penjaga toko pamannya di Jawa Tengah. Ia tidak punya uang, tapi pandai bergaul. Ia sudah bersahabat erat dengan mantan presiden Suharto ketika ia masih tentara rendahan. Persahabatan itu membuat ia ikut naik, ketika Suharto naik jabatan. Memang bersahabat tidak pernah membawa kerugian. Jadi ekonomi bukanlah batas untuk sukses.

Satu lagi contoh, Henry Ford. Pembaharu dalam industri mobil, pemilik merek Ford. Ia memulai hidupnya sebagai montir di sebuah bengkel dan malam harinya bekerja di sebuah toko permata dengan tugas membersihkan jam. Masih ada lagi, Abraham Lincoln, salah seorang Presiden Amerika Serikat. Lahir di pedalaman Kentucky (1809). Ia memulai bekerja sebagai pemotong rel kereta api, lalu menjadi pengemudi kapal laut, pernah menjadi penjaga toko, pengatar surat dan juru ukur tanah. Perjuangannya sangat panjang sebelum menjadi presiden, ia pernah menjadi pengacara, mencoba bisnis, berkali-kali gagal, namun akhirnya menjadi presiden Amerika Serikat yang dikenang dengan karya-karya besar dan legendaris, terutama dalam hal penghapusan sistem perbudakan.

Banyak orang yang lahir miskin, tetapi kenyataannya akhirnya mereka sukses menjadi kaya, atau sukses menjadi terkenal. Artinya kemiskinan bukan penghalang untuk sukses. Justru gunakan kemiskinan menjadi pendorong untuk keluar dari kemiskinan, untuk menjadi sukses. Kalau Anda berpikir ekonomi itu halangan, maka halangan adalah pikiran Anda sendiri. Bila Anda punya ide, punya keahlian, punya kemampuan atau hal lain selain uang, sementara ada banyak orang yang punya uang tidak tahu harus berbuat apa dengan uangnya, Anda bisa berpartner dengan mereka.

Jadi tidak punya uang bukan berarti Anda tidak punya modal, karena modal bukan hanya uang. Ekonomi bukan halangan untuk sukses. Kalau punya niat, punya kemauan, maka Anda juga bisa sukses.

MENEMBUS BATAS AGAMA

Semua orang ingin sukses tapi banyak halangan untuk sukses. Dan halangan terbesar bukan di luar dirinya, tapi di dalam dirinya, yaitu di dalam pikirannya. Ada orang yang berfikir bahwa dia hanya mau bergaul dengan orang-orang yang se-agama. Maka dalam hal ini agama menjadi batas untuk kesuksesannya. Tapi sebenarnya batas itu bukan agama. Orang yang berfikir bahwa agama itu batas dan karena dia berfikir demikian maka dia mulai bergaul dengan orang-orang yang seagama. Berlaku secara eksklusif. Itulah sebenarnya dari kecil setiap anak-anak perlu dididik bergaul bukan eksklusif tapi inklusif.

Mungkin kita harus belajar dari orang-orang tionghoa,yang berhasil dagang di seluruh muka bumi. Pergi ke New York, Hongaria, Paris, Melbourne, Sydney di sana ada orang-orang tionghoa. Coba saja pergi ke pedalaman Papua, pedalaman Kalimantan, ke kampung-kampung kecil, di sana ada warung-warung Tionghoa. Pergi ke Aceh, ke daerah kantong muslim di sana ada orang tionghoa. Pergi ke Manado ke daerah kantong kristen ada orang tionghoa. Orang tionghoa bergaul dengan semua suku, semua agama. Mereka berbisnis dengan semua orang. Maka tidak heran mereka sukses dalam bidang bisnis. Kenapa? Karena mereka berfikir bahwa agama bukan halangan. Mereka bergaul dengan siapa saja. Mereka bahkan bergaul dengan partai apa saja. Yang penting bisa berdagang.

Kita belajar dalam hal inklusifnya mereka bukan esklusif. Banyak orang menyangka atau menghakimi, menilai bahwa mereka kelompok esklusif. Tapi lihatlah justru mereka sebenarnya punya kemampuan penetrasi yang luar biasa. Mereka ada di semua benua, di semua pulau, di semua agama dan di semua kalangan. Artinya mereka menembus batas agama dan berbisnis, berdagang dengan semua agama.

Karena itu kalau engkau mau memiliki keberhasilan yang lebih besar, lebih luas engkau harus mulai menembus batas-batas esklusif yang dibangun oleh pikiran-pikiran manusia. Engkau harus bergaul dengan semua orang, suku, bangsa, dan semua agama. Maka engkau akan mendapat sukses yang lebih besar.

MENEMBUS BATAS PIKIRAN

Pernahkah saudara mengalami atau mendengar orang berkata begini ”Wah saya pikir dia tidak mau makanya saya tidak mengajaknya. Wah saya pikir kamu tidak mau tinggal di daerah Jakarta barat”, Maka saya tidak menawarkan kamu rumah di daerah sana padahal saya agen properti dan banyak sekali stok alternatif yang bisa saya tawarkan.Yang lain lagi berkata “ Aduh,saya pikir dia anti MLM makanya saya tidak mengajak dia. Saya tahu pergaulannya luas dan temannya banyak sekali, wah sayang sekali” Orang lain yang mengajak dia dan menjadi downline-nya dan orang itu sukses luar biasa. Coba saya yang mengajaknya, wah saya pikir..

Kita dapat membuat daftar yang panjang orang yang menyesal tidak berbuat sesuatu karena salah pikir. Apa artinya? Batasan seseorang itu sebenarnya ada dipikirannya. Ada kasus yang lain misalnya diberi kesempatan untuk mengambil alih pimpinan karena atasannya pindah kota, sakit atau mundur dari perusahaannya dan pindah ke tempat yang lain. Dan banyak orang tidak mau karena berfikir “aduh, jangan-jangan nanti teman-teman menolak saya. Bagaimana kalau mereka memberontak dan tidak mau menurut. Nanti saya gagal. Jadi sekali lagi banyak orang tidak berani mengambil kesempatan. Karena berfikir hal-hal yang negatif atau selalu berkata”saya pikir..saya pikir dan saya pikir.

Dari contoh ini apa yang mau saya katakan mari isi pikiran dengan hal-hal yang positif. Belajar berfikir positif . isi hati dengan hal-hal yang optimis. supaya kita tidak selalu terlewatkan, tersandung, tidak menjadi sukses dan tidak menikmati hasil karena salah dipikiran. Manusia akan melakukan apa yang dia pikir bisa melakukannya. Sejauh pikirannya berkata bisa, sebesar pikirannya mengatakan bisa, sebesar itu juga prestasinya. Orang sering tidak melakukan sesuatu bukan karena tidak mampu tapi dia berfikir bahwa dia tidak mampu, padahal sebenarnya dia mampu. Jadi batas sukses, batas keberhasilan, sering bukan diluar dirinya tapi dalam pikiran manusia itu sendiri. Karena itu isi pikiran anda dengan hal-hal yang positif.

Saya berikan contoh: apakah saudara berani membuat daftar nama lalu meminta sumbangan untuk membeli mobil pribadi, ke teman-teman kantor, mengetuk pintu rumah tetangga, tentu jawabannya tidak, bukan. Mengapa? karena saudara berfikir malu dan hal itu tidak pantas dilakukan. Kegiatannya sama persis, mengetuk pintu rumah tetangga, meminta pada teman-teman kantor meminta sumbangan tapi untuk membeli mobil yayasan atau mobil gereja atau mobil mesjid. Engkau akan tidak malu melakukannya. Kenapa? Karena bukan untuk kepentingan diri sendiri, tapi untuk kepentingan mulia. Karena kepentingannya baik engkau berfikir bahwa itu boleh dilakukan dan engkau melakukannya. Karena engkau berfikir ini boleh dilakukan maka engkau melakukannya.

Karena perbuatan dan prestasi tergantung dari kita berfikir tapi pikiran kita dilandasi oleh motivasi. Karena itu selain berfikir positif perlu juga punya motivasi yang baik dan tujuan yang mulia. Tujuan yang mulia, motivasi yang baik membuat orang berani berfikir secara positif lalu bertindak positif dan menghasilkan hal yang positif.

SETIAP HAL ADA BAIKNYA

Keberhasilan juga sangat ditentukan oleh Spritual Inteligence atau kecerdasan spritual. Saya memberikan definisi, kecerdasan spritual adalah kemampuan seseorang untuk menangkap kehendak Tuhan pada setiap peristiwa yang terjadi, apakah itu peristiwa yang baik atau peristiwa yang tidak baik.

Ada seorang wanita, katakan saja namanya Minah, ia menjadi pembantu rumah tangga. Suatu ketika majikannya menjumpai Minah hamil padahal ia belum bersuami. Wah, terjadi mujizat! Tentu saja tidak. Karena ia dihamili oleh orang lain. Sang nyonya bertanya-tanya, siapa yang menghamili pembantunya. Ada dua kemungkinan suaminya atau supirnya. Selidik punya selidik ternyata supirnya yang menghamili Si Minah. Ketika supirnya dipanggil dan dimintai pertanggung-jawaban maka supirnya memberikan jawaban tapi tidak mau menanggung. Karena setelah dia mengaku, esoknya dia menghilang entah kemana. Tinggalah Si Minah dengan perutnya yang semakin lama semakin membesar. Supaya tidak malu maka ia pulang kampung, membesarkan janin dalam kandungannya. Orang-orang mulai memberikan gunjingan hamil tanpa suami. Tetapi karena minah diam seribu bahasa maka orang mulai menafsirkan mungkin suaminya diluar kota. Tetapi ketika anaknya lahir dan tidak ada laki-laki yang datang, maka gunjingan semakin seru, bahwa anak itu lahir tanpa ayah.

Minah membesarkan anaknya dengan memberi asi, mendidiknya lalu menitipkan pada orangtuanya, lalu ia kembali ke kota Jakarta untuk bekerja. Kali ini ketika dia bekerja maka dia tidak menjadi pembantu rumah tangga lagi. Dia bekerja sebagai baby sitter, karena dia punya pengalaman mengasuh bayi. Ketika dia bekerja sebagai pembantu rumah tangga gajinya hanya dua ratus ribu, tetapi ketika menjadi baby sitter gajinya delapan ratus ribu. Jadi rupanya apa yang dia alami selain memang ada hal yang tidak baik, tetapi ada juga hal baiknya, yaitu menaikkan dia dari seorang pembantu menjadi baby sitter. Setelah bekerja sebagai baby sitter maka dia tinggal dalam sebuah keluarga yang takut akan Tuhan, dan dia bertobat sungguh-sungguh bahkan dia melepaskan pengampunan dia mengampuni supir itu, yang tidak menikahinya. Karena dia melepaskan pengampunan, dia yakin bahwa setiap peristiwa diijinkan pasti ada baiknya maka dia tidak minder lagi, tidak cemberut lagi, melepaskan pengampunan, dia tahu ada yang baik maka wajahnya berseri-seri.

Akhirnya dia pindah dan bekerja pada majikan yang lain bukan sebagai baby sister tapi sebagai opa sister. Ini kisah nyata ada sebuah keluarga kaya yang tinggal di Kelapa Gading. Opa ini punya teman dari Belanda, datang kerumahnya. Opa dan temannya ini dilayani dengan baik sekali oleh Minah. Minah yang sudah mengambil keputusan bahwa semua diijinkan terjadi ada baiknya, melepaskan pengampunan, maka wajahnya berseri-seri dia hidup untuk mengabdi. Tamu dari Belanda ini begitu kagum, pelayanan, sukacita, kebaikan, wajahnya Minah selalu berseri-seri dia foto bersama dan pulang ke Belanda.

Rupanya keponakan opa dari Belanda ini melihat foto si Minah dan ia jatuh cinta. Ia datang ke Indonesia melamar dan meminangnya membawanya kembali ke Belanda. Sang laki-laki yang begitu mencintai istrinya maka rumahnya dibalik nama diberi serrtifikat atas nama istri. Ketika orang dari Jakarta, mampir ke rumahnya melihat nama Minah ada dipintu gerbang. Nama yang sesuai dengan sertifikatnya. Bahkan mendapat suami yang baik yang pandai memasak. Ketika teman saya datang ke Belanda dan mampir kerumahnya ia menjumpai Minah sedang main piano sementara suaminya menyiapkan makan malam. Minah menyanyikan lagu bahwa semuanya indah pada waktunya. Ia bersyukur bahwa dulu supir itu tidak bertanggung jawab kalau supir itu dulu bertanggung jawab mungkin dia tidak sedang main piano di Belanda. Dia sedang cuci beras di pinggir sungai. Minah bersyukur bukan pada saat dia di Belanda,Minah bersyukur ketika dia melahirkan anaknya, datang ke Jakarta, menemukan nilai hidup dia bisa mengambil keputusan bahwa dia percaya bahwa semua yang terjadi pasti ada baiknya. Sehingga dengan prinsip seperti itu wajahnya selalu berseri-seri dan mendapat jodoh. Nah Minah butuh waktu setahun dua tahun untuk sampai pada sebuah kesimpulan bahwa semua yang terjadi ada baiknya.

Kenyataannya dalam hidup ini da orang yang butuh waktu lebih dari setahun, dua tahun. Ada yang lebih pendek, makin cepat seseorang mengambil kesimpulan bahwa ada sesuatu yang baik dari peristiwa yang tidak baik itulah kecerdasan spritual. Makin cepat dia mengambil keputusan maka makin pandai kecerdasan spritualnya. Kenyataannya ada orang bertahun-tahun tidak pernah mengambil kesimpulan.

Ada perempuan lain namanya bukan Minah pacaran,dan diputus pacarnya belum sampai dihamili hanya diputus pacar. Dia kepahitan luar biasa mengambil keputusan aku tidak mau menikah semua laki-laki gombal. Pada kenyataannya banyak laki-laki gombal tapi ada juga yang baik. Hidup bertahun-tahun dan akhirnya tidak menikah dalam kepahitan. Delapan tahun, sepuluh tahun kemudian wanita yang diputus pacarnya ini, temannya berkata,”Kamu ingat si ini?” Oh bagaimana saya bisa melupakannya ? Saya masih sakit hati sampai sekarang, makanya saya tidak menikah. Bagaimana kalau saya beri kabar,tahukah kamu bahwa mantan pacar kamu itu setelah menikah dia selingkuh sepuluh kali. Mungkin si wanita ini akan berkata ”Untung saya tidak menikah dengan dia. Betapa jeleknya kecerdasan spritualnya, untuk bersyukur saja dia butuh kabar yang jelek. Seandainya dia mendapat kabar yang baik, bahwa mantan pacarnya menikah bahagia apakah dia bersyukur? Atau dia akan bertambah kepahitan? Begitu banyak orang yang bodoh sekali secara spritual. Untuk bersyukur saja dia butuh berita yang jelek. Betapa jahatnya orang itu. Tidak heran kalau kisah hidupnya berbeda dengan kisah Minah memang dia sakit, kepahitan, dia menderita tapi dia segera mengambil keputusan bahwa semua yang terjadi ada baiknya.

TIDAK ADA ANAK BODOH

Saya mau sampaikan sebuah cerita, ilustrasi. Ada berbagai macam binatang bersahabat lalu mereka pergi ke sekolah. Ketika pelajaran renang si kura-kura dengan semangat dia berenang dengan tenang. Dia mencapai garis akhir dan mendapat pujian luar biasa. Tapi si kelinci kelejotan, berteriak-teriak dia gagal berenang, demikian juga si burung. Dia menjadi kedinginan dan lari ketakutan. Maka si guru mulai marah dengan si kelinci, kelinci autis lompat-lompat terus, tidak mau belajar. Tak lama kemudian kelompok binatang yang bersahabat ini belajar berlari.”Wah, kelinci menjadi juara, namun si kura-kura dimarahi “Kamu ini si pemalas. Kamu ini lambat, lelet, tidak ada masa depan. Maka si kura-kura pun stres. Demikian juga ketika berganti pelajaran melompat dari tempat yang tinggi “Wah si burung senang sekali, karena dia melompat bahkan melayang-layang. Sapi dan gajah ketakutan karena badannya gemuk, dia jatuh akan susah bangun dan berdiri lagi. Maka dia dimarahi dikatakan “si gendut dan si rakus” Maka gajah pun stres.

Nah kenapa masing –masing menjadi stres? Padahal sebenarnya mereka tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah kurikulum yang mereka ikuti yang mengharuskan binatang belajar berenang, belajar melompat, terbang dan belajar berlari. Padahal setiap binatang punya ciri khas, cara bergerak sendiri-sendiri.

Ini hanya iliustrasi, tapi kadang-kadang kasus serupa terjadi pada anak-anak kita. Tiap anak belajar semua hal yang sama. Maka ada anak yang mendapat label si hiperaktif, si lamban, si bodoh, si nakal dan sebagainya. Padahal belum tentu demikian, karena setiap anak punya cara belajar sendiri, kecerdasan sendiri. Kecerdasan aspeknya banyak, setiap anak tidak harus pandai setiap aspek. Ada anak yang punya kinestetik intelejen bagus sekali. Dia punya kepandaian menggerakkan tubuhnya dengan tepat. Dia bisa menjadi olahragawan yang hebat. Dia bisa menjadi juara, tapi dalam bidang lain dia harus pandai juga. Belum tentu dia pandai secara matematika. Anak yang lain mungkin punya kecerdasan yang bagus sekali. Dia pandai bergaul dan dia punya kelemahan dalam matematika. Kalau kita cap anak seperti ini anak bodoh, dia akan stres dan tertekan. Padahal kalau kita mengerti bahwa setiap anak memang unik,anak yang punya kepandaian bergaul,mungkin bisa menjadi marketing yang luar biasa. Mungkin dia bisa menjadi pedagang, dengan relasi yang luas. Soal menghitung bukankah ada kalkulator, komputer yang dengan sangat praktis bisa membantu si pedagang menghitung-hitung yang memang juga tidak perlu serumit yang harus dia pelajari. Seperti kalkulus, integritas, integral dan sebagainya yang membuat anak pusing tujuh keliling.

Karena itu rupanya kurikulum sekolah-sekolah harus lebih diberikan perhatian pada keunikan setiap anak. Setiap anak sebenarnya cerdas hanya cerdasnya berbeda-beda.

Sebagai contoh misalnya Thomas Alfa Edison, yang menemukan lampu. Tapi ternyata dalam sejarah hidupnya diceritakan bahwa anak yang lahir di Porth Hourun Michigan ini diperkirakan IQ-nya hanya 81 saja, atau bodoh sekali. Bahkan anak ini didaftarkan disekolah dua tahun lebih lambat karena penyakit jengkring atau scarlet fever dan infeksi pernapasan. Akibat penyakit ini maka dia berangsur-angsur tuli. Dia dikeluarkan dari sekolah, telah sekolah selama tiga bulan. Dan gurunya menyatakan bahwa dia adalah anak yang terbelakang. Tapi Thomas Alfa Edison senang dengan seluk-beluk mesin. Dia suka sekali bermain dan mengutak-atik bahkan pernah dia membakar gudang ayahnya, karena permainannya. Tetapi walau dia tidak sekolah secara formal, Thomas Alfa Edison kecil saat itu adalah orang yang dengan tekun mencoba-coba, suka sekali otak-atik, suka sekali hal-hal yang teknis. Maka Thomas Alfa Edison akhirnya pun berhasil menemukan lampu bahkan dia juga sebenarnya yang merintis perkeretaapian.

Luar biasa bukan anak yang dicap bodoh oleh guru di sekolah, ternyata justru dikenal sebagai orang yang pandai. Karena sebenarnya setiap anak itu pandai hanya bidang kepandaiannya yang berbeda. Orangtua tidak perlu khawatir sebenarnya dengan keadaan anaknya. Setiap anak pasti memiliki kepandaian tersendiri. Temukan dorong dia di sana dan jadikan dia orang-orang yang berhasil

PENTINGNYA PERSEPSI

Ada sebuah sekolah, yayasan, memasang iklan, dibutuhkan guru yang istimewa, guru teladan, guru yang cinta anak-anak yang berdedikasi tinggi, akan mengajar sebuah kelas khusus. Dan guru ini ditawarkan fasilitas yang lebih, tunjangan yang lebih, gaji yang lebih. Maka alkisah ada seorang guru yang merasa dirinya guru terbaik, dia merasa bahwa saya adalah orang yang penuh pengabdian. Maka dia melamar untuk posisi tersebut. Dan benar dia diterima dan mendapat gaji yang lebih daripada yang lain.

Maka mulailah dia mengajar kelas khusus itu. Dan sebenarnya kelas khusus itu adalah kumpulan anak-anak nakal. Dikumpulkan dalam satu kelas tersendiri. Dan guru benar-benar mulai menjumpai bahwa kelas ini tidak bisa diatur. Setiap hari anak pindah kursi, pindah tempat duduk, berganti-ganti secara acak. Kalau dia menulis dipapan tulis, maka dia mulai menjumpai ada beberapa pesawat terbang dari kertas beterbangan. Kalau dia menjelaskan maka selalu ada yang mengajak berdebat karena ini adalah kumpulan anak-anak yang suka berdebat.

Si guru sempat bingung bagaimana menangani anak-anak ini, sampai suatu ketika dia mendapat daftar nama dari kepala sekolah. Dan dia manggut-manggut karena dia menjumpai di samping setiap nama anak dia menjumpai angka-angka besar. Ada angka 120, 130, 117 paling kecil 111. Oh, si guru mulai menyadari pantas anak itu aktif luar biasa. Pantas anak itu suka berdebat. Pantas anak itu ada saja idenya ingin selalu pindah tempat duduk. Pantas anak itu selalu ramai. Karena mereka adalah kumpulan anak-anak dengan IQ tinggi. Begitu beragam IQ mereka minimal 111. Si guru menyadari bahwa anak-anak itu IQ-nya tinggi, maka dia mulai memperlakukan mereka seperti anak-anak ber-IQ tinggi.

Seperti yang dia mengerti, dia sadari dari daftar nama yang dia dapat dari kepala sekolah. Dia mulai mengajar dengan sistem untuk anak-anak IQ tinggi. Dia mulai membagi kelompok-kelompok, Dan setiap kelompok anak belajar, kadang-kadang dia memberi kesempatan memilih. Mau belajar apa hari ini? Sehingga setiap anak akan belajar seiring ritme phisikologinya, kalau kita mau menyebut istilah ritme phisikologis dia lagi mood belajar bidang apa di hari itu. Setiap akhir bulan si guru akan mengevaluasi beberapa mata pelajaran belum dipilih dikelompok ini, maka dia akan mengarahkan kelompok itu untuk belajar hal itu. Sehingga setiap anak akan belajar dengan senang,Dia mulai menggilir anak-anak yang suka berdebat ini, maju kedepan untuk presentasi, sedangkan yang lain diperbolehkan mendebat. Dan kalau guru melihat, bahwa yang disampaikan kurang, maka dia akan menambahi materinya sehingga anak-anak belajar secara aktif. Sekarang dikenal dengan actif learning.

Singkat cerita setahun kemudian, ketika ada kenaikan kelas maka kepala sekolahnya dibuat terkejut. Bahwa para juara muncul dari kelas ini dan kelas itupun rata-rata nilainya lebih dari yang lain. Si guru dipanggil dan ditanya oleh kepala sekolah. Apa yang kamu lakukan untuk anak-anak nakal itu, sehingga mereka menjadi pandai. Si guru keheranan dan bertanya kepada kepala sekolah.”Kenapa bapak tanyakan itu? Kenapa bapak tanyakan apa yang saya lakukan sehingga mereka menjadi pandai. Bukankah mereka anak-anak pandai? Kepala sekolah menggelengkan kepala. Mereka bukan anak pandai, mereka anak nakal dan bodoh. Bahkan beberapa terbelakang. Tapi Pak, saya melihat daftar nama yang bapak berikan IQ mereka tinggi-tinggi. Kepala sekolah menggeleng lagi.”IQ ? IQ yang mana? IQ mereka di bawah rata-rata.

Tapi bapak memberikan daftar kepada saya daftar nama dengan nomor angka disebelahnya semuanya tinggi-tinggi paling kecil 111. Dan kepala sekolah berkata ”itu bukan daftar IQ, itu nomor kursi mereka. Karena kalau tidak diberi nomor kursi, mereka akan selalu pindah. Kelas ini adalah kelas nomor 6 di sekolah ini tentu nomornya tinggi-tinggi. Karena itu adalah kelas terakhir dari sekolah ini. Itu bukan daftar IQ itu daftar nomor kursi.
Sudah terlanjur. Gurunya berfikir bahwa mereka pandai-pandai. Sudah terlanjur selama 1-2 tahun mereka diperlakukan seperti orang pandai. Satu tahun 12 bulan, 30 hari sebulan, 4 minggu, 6 jam sehari mereka diperlakukan seperti orang pandai. Ketika mereka diperlakukan seperti orang pandai, hari demi hari, minggu demi minggu, bulan demi bulan maka itu menjadi sebuah terapi yang luar biasa. Si anak pun sering disebut gurunya kalian ini orang-orang istimewa dengan IQ tinggi maka anak mulai menilai IQ-nya tinggi. Dia dinilai IQ-nya tinggi, diperlakukan seperti orang IQ-nya tinggi, diberi kesempatan berbicara maka ternyata itu membuat mereka menjadi seperti itu. Dari kisah ini saya belajar bahwa persepsi pendidik, persepsi orang tua, itu sangat penting. Karena itu untuk mendidik anak, membangun anak.

Pertama kita membangun persepsi tentang mereka. Kalau kita persepsikan anak itu pandai dia jadi pandai. Kita yakin dia pandai, menjadi pandai. Engkau persepsikan pasanganmu orang yang baik, engkau perlakukan dia seperti orang baik-baik dia akan menjaga persepsi itu dia menjadi orang baik. Karena dia menjaga imagenya menjadi orang baik dia tidak mau mengecewakan persepsi orang. Memang kadang tidak terjadi seperti itu tapi mayoritas bisa terjadi seperti itu. Bahkan waktu kalau cukup panjang akhirnya membuktikan bahwa prinsip ini terjadi. Persiapkan anak-anak generasi baru yang sukses dengan memperlakukan mereka selayaknya, sewajarnya, bahkan memperlakukan mereka dengan baik.

MEMOTIVASI ANAK

Untuk membuat seorang anak berhasil maka ia harus dimotivasi, tapi banyak orang berkata kepada saya, “Anak saya sudah saya motivasi tapi tidak ada efeknya, tidak ada dampaknya.” Yang lain lagi berkata,”Anak say terlalu cuek.” Maka mari kita belajar dari Anne sullivan memotivasi seorang anak cacat bernama Hellen Keller meraih kesuksesan. Ia adalah orang buta pertama yang meraih gelar sarjana. Anne sullivan memberikan tips bagaimana memotivasi anak supaya nantinya bisa sukses. Saya yakin anak saudara, bapak ibu tidak separah Helen Keller. Kalau Helen Keller saja yang buta tuli bisa akhirnya sukses, maka tentu anak kita juga bisa sukses.

Nah apa tips dari Hellen Keller. Sederhana saja berikan dia reward, berikan dia imbalan untuk sebuah perubahan kecil saja asal positif. Banyak orangtua tidak sabar menunggu perubahan yang besar, padahal seharusnya dengan perubahan kecil saja asal positif maka seharusnya diberi reward. Saya pernah terapkan prinsip ini pada anak saya. Anak saya yang pertama memang selalu juara. Anak yang kedua IQ-nya tinggi tapi akademiknya kurang bagus bahkan ia sempat hampir-hampir tidak naik kelas. Karena setiap ulangan nilainya 2,5,2,7 dan 3. Itu terjadi selama beberapa bulan. Lalu kami pergi saya dan istri juga anak saya ke phisikolog untuk konseling dan akhirnya ada beberapa tips pendampingan yang lebih banyak, diajari menulis karena dia pandai IQ-nya tinggi tapi ia malas menulis.

Luar biasa. Ia les mandarin tapi tidak pernah bawa catatan, ia hanya melihat, menghafalkan, ia bisa membaca Mandarin karena bisa menghafalkan dengan bagus, menghafalkan secara spasial. Dia bisa mengingat dengan memorinya huruf-huruf kanji itu tapi dia tidak pernah mencoba menulis, karena dia malas menulis. Nah kenapa kalau ulangan nilainya 2,3? Walaupun IQ-nya tinggi, dia malas menulis. Ada ulangan lima romawi, Romawi 1 tinggal memilih A atau B atau C dia tinggal melingkari. Dia lingkari dan semuanya benar, tapi begitu mulai menulis harus menyusun kalimat, dia malas menulis. Dia tahu tapi malas menulis. Itu sempat saya alami dengan anak saya sehingga nilai ulangannya ada 2,3 dan 3,0 karena hanya romawi dimana tinggal memilih itu yang dikerjakan. Kalau ulangan kenaikan kelas dimana hanya tinggal memilih semuanya, dia kerjakan semuanya dan nilainya 100. Tapi kalau ulangan harian, ulangan mid semester, dimana ada menulisnya, dia malas menulis.

Dengan problem seperti itu ketika saya pergi ke phisikolog untuk menangani anak saya sendiri, maka kritik dan saran supaya saya mengurangi kegiatan sosial, mengurangi kegiatan keluar rumah. Demikian juga istri saya, salah satu harus ada yang mendampini anak belajar, mengajari dia menulis. Singkat cerita dengan segala macam kegiatan yang kami kurangi terutama istri saya, maka anak saya ada perbaikan. Kalau dulu nilainya hanya 2,5 3,0 sekarang 3,5 -4,0. Nah saya tidak tahu sikap ibu-ibu lain yang menjumpai anak seperti itu.Tapi saya mendengar menjumpai berkata kepada anaknya ”Mama sudah kurangi kegiatan, tidak ikut arisan dan kegiatan ini dan itu, demi kamu, menunggu kamu belajar dan hanya naik dari 3.0 menjadi 3,5. Kamu itu dasar bodoh! Nah ini orangtua yang tidak mengerti prinsip Anne Sullivan yang membuat Helen Keller menjadi oarang yang sukses. Kalau anak saya yang tadinya 3.0 menjadi 3,5 maka saya tidak berkata seperti kebanyakan ibu-ibu lain. Tapi istri saya berkata kepada anak saya ”Wah hebat kamu ya ”Dulu kamu 3,0,sekarang 3,5 Wah lumayan yah! nanti kalau ulangan lagi 4,5 yah! Dia menjadi semangat karena dia merasa berhasil naik. Dan memang berhasil naik. Walaupun sedikit tapi positif.

Prinsip mendidik anak, memotivasi anak berikan dia reward imbalan untuk perubahan kecil saja asal positif. Dari 3,0 menjadi 3,5. Dari 3,5 kami beri target 4,5. Kami tidak beri target dia 100 atau 10 nanti tidak bisa dicapainya. Karena targetnya achievable maka dia bisa mencapainya. Kami beri target lagi untuk mid semesternya 6.0. Lalu dia mendapatkannya dan dia naik kelas. Merasa berhasil dan dia senang karena mendapat reward atau pujian. Kasus anak saya yang saya ceritakan ini terjadi ketika ia kelas 2 SD. Dia sekarang sudah masuk kelas satu SMP, dan rangkingnya cukup bagus 5,6 besar.

Jadi ketika seorang berubah, kecil saja asal positif berikan dia imbalan atau reward. Ibu punya suami pelit, lalu suatu ketika dia memberi uang untuk diberikan kepada adik ibu, tapi pemberiannya hanya sedikit, jangan bilang tumben, atau jangan bilang “kalau ngasih itu yang benar ”kok ngasih hanya sedikit” dasar pelit. Dari tidak memberi jadi memberi, itu sudah perubahan kecil. Positif. Suami yang tidak pernah mengantar ibu, sekarang mau nganter jangan bilang “tumben”. Tapi berikan dia reward, pujian karena semua orang pada dasarnya senang mendapatkan reward atau imbalan. Imbalan yang paling murah adalah pujian. Itu murah hanya butuh sedikit kebaikan hati. Imbalan tidak harus berupa uang atau barang. Perhatian dan pujian itu sudah merupakan reward atau imbalan. Berikan imbalan atau reward untuk sebuah perubahan kecil saja asal perubahan ke arah positif. Maka cepat atau lambat, waktu terus berjalan, perubahan kecilnya semakin banyak maka akhirnya menjadi sebuah perubahan besar. Itulah cara merubah orang lain, merubah diri sendiri, merubah anak kita, supaya semuanya akhirnya hidup sukses

Senin, 02 Agustus 2010

LINGKUNGAN DAN DORONGAN POSITIF


Untuk membentuk anak-anak sukses maka lingkungan yang positif itu penting. Kecerdasan itu dipengaruhi oleh genetik, terapi, gizi dan juga khususnya kecerdasan emosi, kecerdasan spritual. Bahkan kecerdasan IQ pun bisa dipengaruhi oleh lingkungan.

Sucess Ltd. sebuah lembaga penelitian tentang kecerdasan anak, pada 1976 menceritakan kisah ini, kisah di Israel, di Kids Buds, yaitu tempat-tempat pelatihan anak. Mereka mengevaluasi bahw IQ rata-rata anak Yahudi Timur hanya 85. Sementara anak-anak Yahudi Eropa,105. Ini membuktikan bahwa anak Yahudi Eropa lebih cerdas daripada anak Yahudi Timur. Tapi apakah benar demikian?

Lalu diadakanlah percobaan selama 4 tahun, dalam Kids Buds, tempat pelatihan, anak-anak Yahudi dari Eropa Timur, Eropa Barat digabung menjadi satu. Suasana tempat penampungan, tempat asramanya, demikian hebat. Setiap anak dimotivasi untuk maju dan setiap perbuatan baik mendapatkan reward. Anak-anak ditantang maju dan setiap maju mendapat sesuatu. Maka cukup menarik, bahwa 4 tahun kemudian ternyata IQ-nya justru sudah mencapai 110-115. Jadi dari bahan baku tadi dikumpulkan maka semuanya mencapai hampir sama. Jadi memang IQ bisa dinaikkan sampai usia orang 18 tahun. Ketika berkumpul dalam komunal yang antusias maka ternyata yang tadinya rendah pun bisa terdongkrak menjadi naik. Lingkungan memang benar-benar mempengaruhi.

Neil Mohne dalam bukunya “Believe Can Influence Attitude” dengan tegas melukiskan kebenaran tadi bahwa lingkungan mempengaruhi bukan hanya attitude sebenarnya bahkan IQ. Mohne menceritakan kisah eksperimennya yang dia lakukan di kawasan Teluk San Fransisco. Kepala sekolah ini memanggil tiga profesor dan berkata

”Karena anda sekalian adalah tiga pengajar yang paling baik dalam sistem kita, dan mempunyai keahlian yang besar kami akan memberi anda 90 orang siswa yang paling baik. Kami akan membuat kelas khusus kelas istimewa dan diajar oleh anda para pengajar yang istimewa. Maka dari sekolah yang terdiri dari 8 kelas untuk satu levelnya diambil kelas khusus yang terdiri dari anak-anak yang disebut khusus dan diajar oleh guru khusus.”

Seiring berjalannya waktu, setiap murid dalam kelas khusus tadi merasa dirinya adalah orang khusus yang dipilih secara khusus. Mereka menjadi antusias, begitu bergairah karena masuk dalam kelas khusus. Guru-guru yang di antara para guru yang dipilih mengajar kelas ini juga menilai dirinya adalah guru yang spesial. Maka mulailah terbangun gambar diri yang bagus, mereka mengajar dengan antusias, karena mereka diberi kesempatan untuk mengajar kelas khusus.

Singkat cerita setelah berjalan waktu 1, 2 tahun, maka dari kelas khusus inilah muncul para juara-juara di sekolah itu. Maka 2 tahun kemudian si kepala sekolah mulai berkata, membuka rahasianya, sebenarnya kelas khusus ini tidak berisi anak-anak yang ber-IQ tinggi, karena namanya diacak oleh komputer dan dipilih. Demikian juga gurunya, sebenarnya bukan guru pilihan. Tapi juga diacak dengan cara yang sama.

Rupanya apa yang terjadi, selama 2 tahun guru punya penilaian terhadap diri sendiri, bahwa saya guru teladan Ia mulai bertingkah laku menjaga image tersebut dengan bekerja lebih baik. Murid-murid yang terpilih merasa bahwa dirinya orang khusus adalah anak pilihan, bertingkah laku seperti anak pilihan, untuk menjaga image anak pilihan tersebut. Maka sewaktu berjalan selama 2 tahun, membuat kelas ini memiliki prestasi yang menonjol. Itulah kenapa banyak sekolah tidak salah membangun sebuah image.

Apa yang mau saya katakan di sini. Penting sekali juga seorang pribadi membangun image untuk dirinya sendiri. Atau orangtua membangun image untuk anaknya. Berikan cap yang baik untuk sianak. Kalau anak nakal, anak malas, kurang ajar jangan katakan kamu anak malas. anak nakal, anak kurang ajar tapi katakan kamu anak baik, kamu anak rajin tidak boleh malas, kamu rajin pasti bisa karena kamu anak pandai.

Jadi berikan cap atau image kepada anak, kamu anak baik, kamu anak pandai, kamu anak soleh. Kalau dia berbuat nakal, katakan anak soleh tidak boleh kurang ajar, jangan justru dicap anak kurangajar kamu, anak goblok, anak tidak tahu diuntung dan sebutan atau cap-cap, kutukan-kutukan yang lainnya. Karena itu hanya membuat lingkungan menjadi negatif dan dia akan menjadi seperti apa yang dikatakannya kepadanya. Lingkungan yang positif membangun attitude yang positif. Attitude yang positif membangun kisah sukses.

KREATIFITAS

Pendidikan di Indonesia secara akademis, sebenarnya luar biasa. Anak-anak yang dari sekolah nasional indonesia dan pindah kesekolah internasional, mereka merasa bahwa pelajarannya jauh lebih mudah. Lebih mudah, fun, banyak main game, banyak jalan-jalan, olahraga, seni, kreasi dsb. Karena memang secara akademis Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan negara-negara lain. Lihat saja, begitu banyak pertandingan olimpiade kimia, fisika, matematika kalau tidak dari China pasti dari Indonesia juaranya untuk skala internasional. Saya tidak mendengar bahwa juara matematika, kimia fisika itu dari Eropa, Australia atau Amerika. Karena memang beban akademis di indonesia sebenarnya cukup bagus.

Banyak keluarga yang pindah ke Australia menjumpai, bahwa anaknya yang Taman Kanak-Kanak bisa mengerjakan pelajaran matematika anak Australia kelas 1 atau kelas 2 Sekolah Dasar. Tetapi mengapa kita kalah bersaing dalam persaingan global? Karena memang secara akademik IQ indonesia cukup bagus, tapi secara kreatifitas kita kurang. Oleh sebab itu perlu sekali menekankan kepada orangtua dan guru untuk meningkatkan kreatifitas anak-anak.

Saya pernah membuat seminar buku yang saya tulis, yaitu anak cerdas atau multiple intelejen. Saya keliling indonesia, semua propinsi, guru-guru TK dikumpulkan, untuk seminar multiple intelejen, hal-hal apa yang penting bagi kecerdasan si anak supaya nanti anak berhasil. Lalu ketika guru-guru TK berkumpul, saya memberikan mereka perintah yang harus selesai dalam hitungan detik. Saya perintahkan kepada mereka dengan cepat saja, “ayo tolong digambarkan matahari”1,2,3,4,5 sudah selesai. Sekarang gambarkan gunung, hitungan kelima harus selesai karena cukup dengan sketsa saja. Gambarkanlah sungai, lalu mereka mulai menggambar, kalau tidak sungai diganti jalan juga boleh”

Yang cukup menarik ketika ribuan orang, saya suruh menggambar gunung, ditambah matahari dan sungai maka 95% gunungnya ada dua dengan matahari di tengah-tengah gunung, jalan atau sungai keluar juga dari tengah-tengah gunung. Sedikit sekali yang menggambar gunungnya satu, atau gunungnya 3. Turun temurun seperti itu. Lalu saya berkata kepada guru-guru TK dan SD dengan mudah sekali ”ingin tahu kenapa anak-anak kita tidak kreatif? karena gurunya juga tidak kreatif. Turun-temurun itu yang digambar. Jadi kita perlu mengajarkan hal yang sederhana. Yang namanya kreatifitas beri kebebasan pada anak untuk menggambar. Menggambar gunung 1, gunung 3, atau 5, bahkan matahari 4 pun tidak salah.

Saya pergi kekota medan, dan saya menjumpai seorang anak menggambar gunung dengan mataharinya 4. Lalu saya tanya kenapa mataharinya 4? Ia menjawab,”Iya, Om. Kalau satu kan kasihan dia kesepian. Anak ini punya sosialisasi pasti bagus. Dan menggambar matahari 4 tidak salah, karena matahari itu kan salah satu bintang didalam galaksi bimasakti. Ada banyak galaksi di alam semesta ini, dalam satu galaksi ada ribuan bintang, satu bintang namanya matahari, dikelilingi ada sembilan planet. Maka sebenarnya menggambar matahari lebih dari satu juga tidak salah secara ilmiah. Guru beri kesempatan anak menggambar sebebas mungkin dan hargai kreatifitasnya bukan secara visual bagus apa tidak. Seorang anak mungkin kreatifitasnya dan kepandaiannya harus dinilai tinggi, walaupun tehnik menggambarnya tidak baik.

Contoh ketika seorang anak saya beri intruksi coba gambarkan gajah! Ada yang menggambar gajah bagus sekali, wah kelihatan belalainya, kakinya proposional. Ada seorang anak yang menggambar dengan gambar hanya bulat, lalu sebuah titik ditengah, lalu saya bertanya ”Apa ini gajah? Mana kakinya? Mana belalainya? Lalu dia berkata,”Om ini gajah dari belakang, jadi cuma kelihatan pantatnya yang bulat.

“Lalu titik itu apa?”

“Titik ini ekornya lagi lurus”

Saya hargai kretifitas anak itu. Dia tidak pandai menggambar tapi logika otaknya jalan. Toh perintahnya hanya menggambar gajah, dari samping, dari belakang, dari depan, namanya gajah juga. Lalu mana kakinya? Kan lagi duduk, kakinya tidak kelihatan. Jadi hanya bulat diberi titik.

Ketika mengajak anak berbicara tentang gambarnya maka kita bisa menilai kreatifitasnya. Jadi untuk anak kecil kita perlu menyuruh mereka menggambar dan mengajaknya berbicara baru menentukan nilainya.

Guru jangan menilai anak yang menggambar pohon tanpa daun dianggap belum selesai dan nilainya jelek. Mungkin dia lagi berfantasi, bahwa di luar negeri lagi musim gugur, tidak ada daunnya. Jadi kreatifitas apapun itu sah-sah saja, dan supaya nanti anak berhasil harus punya kreatifitas tertinggi. Orangtua dan guru tidak boleh memasung kreatifitas anak. Dalam hal bermain biarkan mereka bermain, yang membangun kreatifitas bukan hanya menonton film yang tinggal menikmati. Tapi bermain yang menyusun.

Kalau punya anak 2, 3, dan 4 tahun berikan mainan yang bisa dibongkar pasang, kenapa? karena kalau dibelikan mainan yang tidak bisa dibongkar akan dibongkar juga. Karena anak ingin tahu, oh tangannya bisa bergerak karena begini, rodanya bisa bergerak karena begini. Dia membongkarnya lalu dia menambah satu pengetahuan oh, ternyata bisa bergerak karena begini. Bagi mereka selesai dibongkar maka selesailah apa yang ingin mereka ketahui. Jadi memang justru itulah yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh si anak. Mereka bertambah pandai, kreatif, main bongkar pasang, karena diberikan mainan yang bisa dibongkar pasang. Kreatifitas itu akan menjadi akar penentu dalam keberhasilan.