Pendidikan di Indonesia secara akademis, sebenarnya luar biasa. Anak-anak yang dari sekolah nasional indonesia dan pindah kesekolah internasional, mereka merasa bahwa pelajarannya jauh lebih mudah. Lebih mudah, fun, banyak main game, banyak jalan-jalan, olahraga, seni, kreasi dsb. Karena memang secara akademis Indonesia sebenarnya tidak kalah dengan negara-negara lain. Lihat saja, begitu banyak pertandingan olimpiade kimia, fisika, matematika kalau tidak dari China pasti dari Indonesia juaranya untuk skala internasional. Saya tidak mendengar bahwa juara matematika, kimia fisika itu dari Eropa, Australia atau Amerika. Karena memang beban akademis di indonesia sebenarnya cukup bagus.
Banyak keluarga yang pindah ke Australia menjumpai, bahwa anaknya yang Taman Kanak-Kanak bisa mengerjakan pelajaran matematika anak Australia kelas 1 atau kelas 2 Sekolah Dasar. Tetapi mengapa kita kalah bersaing dalam persaingan global? Karena memang secara akademik IQ indonesia cukup bagus, tapi secara kreatifitas kita kurang. Oleh sebab itu perlu sekali menekankan kepada orangtua dan guru untuk meningkatkan kreatifitas anak-anak.
Saya pernah membuat seminar buku yang saya tulis, yaitu anak cerdas atau multiple intelejen. Saya keliling indonesia, semua propinsi, guru-guru TK dikumpulkan, untuk seminar multiple intelejen, hal-hal apa yang penting bagi kecerdasan si anak supaya nanti anak berhasil. Lalu ketika guru-guru TK berkumpul, saya memberikan mereka perintah yang harus selesai dalam hitungan detik. Saya perintahkan kepada mereka dengan cepat saja, “ayo tolong digambarkan matahari”1,2,3,4,5 sudah selesai. Sekarang gambarkan gunung, hitungan kelima harus selesai karena cukup dengan sketsa saja. Gambarkanlah sungai, lalu mereka mulai menggambar, kalau tidak sungai diganti jalan juga boleh”
Yang cukup menarik ketika ribuan orang, saya suruh menggambar gunung, ditambah matahari dan sungai maka 95% gunungnya ada dua dengan matahari di tengah-tengah gunung, jalan atau sungai keluar juga dari tengah-tengah gunung. Sedikit sekali yang menggambar gunungnya satu, atau gunungnya 3. Turun temurun seperti itu. Lalu saya berkata kepada guru-guru TK dan SD dengan mudah sekali ”ingin tahu kenapa anak-anak kita tidak kreatif? karena gurunya juga tidak kreatif. Turun-temurun itu yang digambar. Jadi kita perlu mengajarkan hal yang sederhana. Yang namanya kreatifitas beri kebebasan pada anak untuk menggambar. Menggambar gunung 1, gunung 3, atau 5, bahkan matahari 4 pun tidak salah.
Saya pergi kekota medan, dan saya menjumpai seorang anak menggambar gunung dengan mataharinya 4. Lalu saya tanya kenapa mataharinya 4? Ia menjawab,”Iya, Om. Kalau satu kan kasihan dia kesepian. Anak ini punya sosialisasi pasti bagus. Dan menggambar matahari 4 tidak salah, karena matahari itu kan salah satu bintang didalam galaksi bimasakti. Ada banyak galaksi di alam semesta ini, dalam satu galaksi ada ribuan bintang, satu bintang namanya matahari, dikelilingi ada sembilan planet. Maka sebenarnya menggambar matahari lebih dari satu juga tidak salah secara ilmiah. Guru beri kesempatan anak menggambar sebebas mungkin dan hargai kreatifitasnya bukan secara visual bagus apa tidak. Seorang anak mungkin kreatifitasnya dan kepandaiannya harus dinilai tinggi, walaupun tehnik menggambarnya tidak baik.
Contoh ketika seorang anak saya beri intruksi coba gambarkan gajah! Ada yang menggambar gajah bagus sekali, wah kelihatan belalainya, kakinya proposional. Ada seorang anak yang menggambar dengan gambar hanya bulat, lalu sebuah titik ditengah, lalu saya bertanya ”Apa ini gajah? Mana kakinya? Mana belalainya? Lalu dia berkata,”Om ini gajah dari belakang, jadi cuma kelihatan pantatnya yang bulat.
“Lalu titik itu apa?”
“Titik ini ekornya lagi lurus”
Saya hargai kretifitas anak itu. Dia tidak pandai menggambar tapi logika otaknya jalan. Toh perintahnya hanya menggambar gajah, dari samping, dari belakang, dari depan, namanya gajah juga. Lalu mana kakinya? Kan lagi duduk, kakinya tidak kelihatan. Jadi hanya bulat diberi titik.
Ketika mengajak anak berbicara tentang gambarnya maka kita bisa menilai kreatifitasnya. Jadi untuk anak kecil kita perlu menyuruh mereka menggambar dan mengajaknya berbicara baru menentukan nilainya.
Guru jangan menilai anak yang menggambar pohon tanpa daun dianggap belum selesai dan nilainya jelek. Mungkin dia lagi berfantasi, bahwa di luar negeri lagi musim gugur, tidak ada daunnya. Jadi kreatifitas apapun itu sah-sah saja, dan supaya nanti anak berhasil harus punya kreatifitas tertinggi. Orangtua dan guru tidak boleh memasung kreatifitas anak. Dalam hal bermain biarkan mereka bermain, yang membangun kreatifitas bukan hanya menonton film yang tinggal menikmati. Tapi bermain yang menyusun.
Kalau punya anak 2, 3, dan 4 tahun berikan mainan yang bisa dibongkar pasang, kenapa? karena kalau dibelikan mainan yang tidak bisa dibongkar akan dibongkar juga. Karena anak ingin tahu, oh tangannya bisa bergerak karena begini, rodanya bisa bergerak karena begini. Dia membongkarnya lalu dia menambah satu pengetahuan oh, ternyata bisa bergerak karena begini. Bagi mereka selesai dibongkar maka selesailah apa yang ingin mereka ketahui. Jadi memang justru itulah yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh si anak. Mereka bertambah pandai, kreatif, main bongkar pasang, karena diberikan mainan yang bisa dibongkar pasang. Kreatifitas itu akan menjadi akar penentu dalam keberhasilan.
Banyak keluarga yang pindah ke Australia menjumpai, bahwa anaknya yang Taman Kanak-Kanak bisa mengerjakan pelajaran matematika anak Australia kelas 1 atau kelas 2 Sekolah Dasar. Tetapi mengapa kita kalah bersaing dalam persaingan global? Karena memang secara akademik IQ indonesia cukup bagus, tapi secara kreatifitas kita kurang. Oleh sebab itu perlu sekali menekankan kepada orangtua dan guru untuk meningkatkan kreatifitas anak-anak.
Saya pernah membuat seminar buku yang saya tulis, yaitu anak cerdas atau multiple intelejen. Saya keliling indonesia, semua propinsi, guru-guru TK dikumpulkan, untuk seminar multiple intelejen, hal-hal apa yang penting bagi kecerdasan si anak supaya nanti anak berhasil. Lalu ketika guru-guru TK berkumpul, saya memberikan mereka perintah yang harus selesai dalam hitungan detik. Saya perintahkan kepada mereka dengan cepat saja, “ayo tolong digambarkan matahari”1,2,3,4,5 sudah selesai. Sekarang gambarkan gunung, hitungan kelima harus selesai karena cukup dengan sketsa saja. Gambarkanlah sungai, lalu mereka mulai menggambar, kalau tidak sungai diganti jalan juga boleh”
Yang cukup menarik ketika ribuan orang, saya suruh menggambar gunung, ditambah matahari dan sungai maka 95% gunungnya ada dua dengan matahari di tengah-tengah gunung, jalan atau sungai keluar juga dari tengah-tengah gunung. Sedikit sekali yang menggambar gunungnya satu, atau gunungnya 3. Turun temurun seperti itu. Lalu saya berkata kepada guru-guru TK dan SD dengan mudah sekali ”ingin tahu kenapa anak-anak kita tidak kreatif? karena gurunya juga tidak kreatif. Turun-temurun itu yang digambar. Jadi kita perlu mengajarkan hal yang sederhana. Yang namanya kreatifitas beri kebebasan pada anak untuk menggambar. Menggambar gunung 1, gunung 3, atau 5, bahkan matahari 4 pun tidak salah.
Saya pergi kekota medan, dan saya menjumpai seorang anak menggambar gunung dengan mataharinya 4. Lalu saya tanya kenapa mataharinya 4? Ia menjawab,”Iya, Om. Kalau satu kan kasihan dia kesepian. Anak ini punya sosialisasi pasti bagus. Dan menggambar matahari 4 tidak salah, karena matahari itu kan salah satu bintang didalam galaksi bimasakti. Ada banyak galaksi di alam semesta ini, dalam satu galaksi ada ribuan bintang, satu bintang namanya matahari, dikelilingi ada sembilan planet. Maka sebenarnya menggambar matahari lebih dari satu juga tidak salah secara ilmiah. Guru beri kesempatan anak menggambar sebebas mungkin dan hargai kreatifitasnya bukan secara visual bagus apa tidak. Seorang anak mungkin kreatifitasnya dan kepandaiannya harus dinilai tinggi, walaupun tehnik menggambarnya tidak baik.
Contoh ketika seorang anak saya beri intruksi coba gambarkan gajah! Ada yang menggambar gajah bagus sekali, wah kelihatan belalainya, kakinya proposional. Ada seorang anak yang menggambar dengan gambar hanya bulat, lalu sebuah titik ditengah, lalu saya bertanya ”Apa ini gajah? Mana kakinya? Mana belalainya? Lalu dia berkata,”Om ini gajah dari belakang, jadi cuma kelihatan pantatnya yang bulat.
“Lalu titik itu apa?”
“Titik ini ekornya lagi lurus”
Saya hargai kretifitas anak itu. Dia tidak pandai menggambar tapi logika otaknya jalan. Toh perintahnya hanya menggambar gajah, dari samping, dari belakang, dari depan, namanya gajah juga. Lalu mana kakinya? Kan lagi duduk, kakinya tidak kelihatan. Jadi hanya bulat diberi titik.
Ketika mengajak anak berbicara tentang gambarnya maka kita bisa menilai kreatifitasnya. Jadi untuk anak kecil kita perlu menyuruh mereka menggambar dan mengajaknya berbicara baru menentukan nilainya.
Guru jangan menilai anak yang menggambar pohon tanpa daun dianggap belum selesai dan nilainya jelek. Mungkin dia lagi berfantasi, bahwa di luar negeri lagi musim gugur, tidak ada daunnya. Jadi kreatifitas apapun itu sah-sah saja, dan supaya nanti anak berhasil harus punya kreatifitas tertinggi. Orangtua dan guru tidak boleh memasung kreatifitas anak. Dalam hal bermain biarkan mereka bermain, yang membangun kreatifitas bukan hanya menonton film yang tinggal menikmati. Tapi bermain yang menyusun.
Kalau punya anak 2, 3, dan 4 tahun berikan mainan yang bisa dibongkar pasang, kenapa? karena kalau dibelikan mainan yang tidak bisa dibongkar akan dibongkar juga. Karena anak ingin tahu, oh tangannya bisa bergerak karena begini, rodanya bisa bergerak karena begini. Dia membongkarnya lalu dia menambah satu pengetahuan oh, ternyata bisa bergerak karena begini. Bagi mereka selesai dibongkar maka selesailah apa yang ingin mereka ketahui. Jadi memang justru itulah yang sebenarnya yang dibutuhkan oleh si anak. Mereka bertambah pandai, kreatif, main bongkar pasang, karena diberikan mainan yang bisa dibongkar pasang. Kreatifitas itu akan menjadi akar penentu dalam keberhasilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar