Untuk info seminar dan mengundang sebagai pembicara seminar hubungi 021-7364885 atau via email: jarotwj@yahoo.com

Sabtu, 26 Juni 2010

CACAT FISIK BUKAN HALANGAN

Orang yang sukses harus memiliki citra diri yang baik. Orang yang sukses beraneka ragam, kecuali orang tersebut minder dengan penampilannya, maka kesuksesan tidak tergantung pada kondisi fisiknya, tetapi pada mindernya. Ada orang tinggi yang sukses, ada orang pendek yang sukses, ada orang kulit putih yang sukses, ada orang kulit hitam yang sukses, ada orang yang bentuk hidung, mata, warna, rambut, suara berbeda dan sukses. Mereka tidak tergantung pada kondisi fisik mereka, namun betapa banyak orang minder dengan hal-hal seperti itu.

Seorang gadis berumur 12 tahun dari Sasebo, Prefektur Nagasaki, Jepang Barat, pada tanggal 18 April 1997 ditemukan polisi tidak sadar di tempat parkir rumah apartemen setelah dia melompat dari apartemen di gedung tingkat lima. Akibatnya tengkoraknya retak dan dia mengalami koma serta harus dirawat secara intensif. Gadis ini meninggalkan catatan bahwa ia melompat seba diejek teman-teman sekelasnya karena aksennya jelek (Kompas, Selasa 22 April 1997). Betapa orang yang mempunyai citra diri buruk, minder bisa membuat sikap orang menjadi nekat.

Hidup atau jiwa seseorang dibentuk oleh banyak hal tidak hanya keadaan fisiknya saja. Seseorang bisa saja kurang dalam segi fisik, tetapi berkembang dalam hal lain. Banyak orang yang berhasil dalam hidupnya walaupun fisiknya kurang. Karena itu, jangan memperhatikan kelemahan fisik kita saja. Jalani hidup ini dan raihlah sukses, walaupun kondisi fisik kita memiliki kekurangan.

Katherine Bevis menceritakan bahwa di antara para muridnya ada seorang mahasiswa yang pergi kemana-mana dengan menggunakan alat penyangga kaki. Pemuda ini memiliki optimisme yang tinggi dan talenta bergaul yang luar biasa dan dihormati serta disenangi teman-temannya.

Suatu hari seorang temannya bertanya kepadanya apa yang menyebabkan kakinya cacat. "Infantile Paralysis (Penyakit lumpuh yang menyerang anak-anak)," ujarnya singkat tanpa mencoba membesar-besarkan kesukaran yang dialaminya.
"Dengan kemalangan seperti ini bagaimana Engkau bisa menghadapi dunia dengan berani?" tanya temannya yang lain.

"Oh," jawab pemuda itu dengan tersenyum. "Penyakit itu tidak pernah menyentuh jantung hatiku, saya masih hidup dan saya jalani hidup ini.”
Ada orang yang jauh lebih cacat bukan hanya tanpa kaki, tetapi masih lebih baik daripada si gadis yang lengkap badannya, tetapi hanya diejek oleh teman-temannya karena aksen bicaranya jelek, ia bunuh diri. Apa yang membedakan orang yang sukses dan orang yang gagal? Rasa minder.

Orang minder tidak akan berhasil, karena itu kembangkan hal-hal positif di hatimu. Manusia fisik hanyalah bungkusnya saja, tapi yang terutama adalah yang di dalamnya. Apapun bentuk fisikmu kalau engkau tidak minder, engkau giat, ulet, gigih, rajin, maka pasti engkau bisa sukses, karena sukses adalah hak setiap orang.

Selasa, 22 Juni 2010

MEMBERI DAN BAHAGIA

Untuk sukses seseorang harus memiliki citra diri yang baik. Citra diri yang baik tidak turun dari langit, tetapi secara sadar harus dibangun. Bagaimana membangun citra diri baik? Lakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain tanpa mengharapkan sesuatu bayaran atau imbalan.

Dr. Carl Jung, seorang psikiater dari Swiss mengatakan: “Kurang lebih sepertiga pasien saya tidak menderita penyakit syaraf secara klinis, tetapi penyakit syaraf yang disebabkan oleh hidup yang hampa dan tiada guna.”

Banyak hal dalam kehidupan sehari-hari yang sebenarnya bisa dilakukan agar hidup menjadi lebih berguna, yaitu dengan berbuat baik terhadap orang lain. Anda bisa mengunjungi orang sakit dirumah sakit, memberikan kue terhadap orang cacat, menjaga bayi ibu muda yang sedang keluar, pokoknya apa saja yang bisa anda lakukan untuk orang lain dan orang tersebut tidak bisa membalas anda, serta anda tidak dibayar dalam melakukannya. Itu akan memberikan anda sebuah nilai hidup dan citra diri yang kuat sekali.

Ada sebuah cerita tentang seorang yang stress berat karena mengalami kegagalan. Perusahaannya bangkrut, terjerumus penggunaan narkoba, keluarganya berantakan, dan akhirnya ia mengambil keputusan untuk bunuh diri. Ia berjalan menuju sebuah jembatan yang berada di atas sebuah sungai berarus deras. Tempat itu sangat tepat untuk bunuh diri. Ketika ia sedang menghadap sungai dan bersiap-siap melompat, tiba-tiba ada seorang pengemis melintas dan melihatnya berdiri dalam kegelapan.

“Tolong, Pak. Beri saya limaratus rupiah untuk membeli makanan,” kata si pengemis.

Orang tersebut tersenyum dalam kegelapan. Baginya limaratus rupiah sungguh jumlah yang tidak berarti, tapi jumlah itu sangat berarti bagi si pengemis yang kelaparan tadi.

Orang yang mau bunuh diri itu berkata,”Saya punya lebih dari itu.” Sambil mengambil dompetnya. “Ini ambillah semuanya yang ada dalam dompet ini, ada duaratus limapuluh ribu,” kata pria yang mau bunuh diri itu sambil memberikan dompetnya pada pengemis itu.

Pengemis itu kebingungan,”Loh, Pak. Mengapa semua?”

“Tidak apa-apa, saya tidak membutuhkan uang itu ditempat yang saya akan tuju,” demikian kata pria itu sambil menunjuk ke bawah ke arah sungai.

Pengemis itu mengambil dompet si pria lalu berdiri memegangnya, tetapi ragu-ragu sejenak. Kemudian pengemis itu berkata,”Tidak pak! Saya memang tidak punya uang, tetapi saya bukan seorang pengecut dan saya juga tidak akan mengambil uang dari seorang pengecut, bawalah uang ini ke dalam sungai.” Pengemis itu mengembalikan dompet si pria. Meskipun pria itu mendesaknya untuk memberikan semua uangnya, tetapi tetap saja pengemis itu tidak mau, malah pengemis itu pergi meninggalkan si pria.
Pria yang ingin bunuh diri itu mengambil nafas dalam-dalam, tetapi tiba-tiba pria itu begitu menginginkan pengemis itu mengambil lagi uang yang hendak dikembalikannya. Ia ingin merasa berguna dengan cara menolong pengemis yang kelapara tadi. Ia ingin memberi tetapi tidak bisa.

Satu pikiran terlintas dalam benaknya. “Saya tidak pernah mencoba hal ini sebelumnya, mengapa saya tidak pernah melakukan ini, memberi dan menjadi bahagia?”
Tiba-tiba si pria yang hendak bunuh diri itu tersenyum ceria. Ia tidak jadi bunuh diri. Ia ingin hidupnya berguna buat orang lain. Memberi dan bahagia. Ia memandang sungai itu untuk yang terakhir kalinya, lalu kembali ke rumahnya dengan konsep hidup yang baru. “Mengapa tidak mencoba memberi dan bahagia?”

Memberi dan bahagia, dengan prinsip ini maka orang akan berada dalam jalur sukses.