Untuk info seminar dan mengundang sebagai pembicara seminar hubungi 021-7364885 atau via email: jarotwj@yahoo.com

Rabu, 28 Juli 2010

KISAH KUTU LONCAT

Keberhasilan anak dimasa depan sangat dipengaruhi oleh kecerdasan hati dan kecerdasan spiritualnya 80%, kecerdasan intelektual hanya mempengaruhi 20%. Kecerdasan hati ini diantaranya adalah keyakinan bahwa ia mampu untuk melakukan sesuatu yang biasa disebut self lmage atau gambar diri atau citra diri yang baik.

Suatu penelitian pernah diadakan terhadap beberapa kutu loncat. Jadi ini kisah mengenai kutu loncat. Seorang peneliti dari fakultas biologi meneliti kutu loncat. Cerita ini sebenarnya hasil sampingan dari penelitian, penelitiannya sendiri bukan mengenai hal ini. Ia meneliti untuk tujuan tertentu dan ia mengumpulkan kutu loncat dalam toples-toples dan ditutup dalam plastik. Namanya juga kutu loncat, kutu yang senang meloncat-loncat. Ketika dimasukkan kedalam toples, toples itu bunyinya riuh sekali, pletok…pletok..pletok..kenapa? Karena kutunya melompat dan membentur plastik tutup toples. turun lagi, lompat lagi, menabrak tutup yang dari plastik, dan berbunyi riuh sekali.

Beberapa minggu kemudian ia menjumpai bahwa sekelompok toples tidak ada bunyinya lagi. Kenapa tidak berbunyi? Apakah kutunya tidak melompat? Apakah sudah mati? Ketika ia melihat dalam toples, kutu yang sudah lama dimasukkan itu masih melompat, tetapi tidak setinggi ketika pertama kali dimasukkan. Rupanya ketika kutu itu melompat, menabrak plastk penutup berulang-ulang, nabrak, terpentok-pentok jadi sakit, lalu ia mulai menyesuaikan tinggi lompatannya supaya pas dengan ukuran tinggi toples. Karena toples itu sudah tidak dibutuhkan lagi maka si peneliti mulai membuka tutup toples. Plastik dibuka, dan yang cukup menarik ternyata si kutu tetap melompat rendah. Karena ternyata sudah 3 sampai 5 minggu, ia menyesuaikan diri dengan toples, sudah terbiasa dengan kondisi itu, bahkan ketika toples sudah dibukapun mereka tidak melompat tinggi, mungkin mereka berpikir masih ada penutup toplesnya.

Sering kejadian dan peristiwa-peristiwa gagal membuat seseorang mengukur dirinya ukuran saya hanya setinggi ini. Gagal itu menyakitkan, terbentur-bentur itu menyakitkan, dan orang tidak mau sakit untuk yang berikutnya lagi, maka dia mulai mengukur tingginya, mengukur kemampuannya, menaruh batas dalam pikirannya. Inilah batas untuk saya. Padahal sebenarnya, pada suatu ketika tutup itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah tidak ada lagi, batas itu sudah hilang. Karena naiknya tingkat kemampuan kita, sesuai dengan pertumbuhan, sesuai pertumbuhan pendidikan. Sesuai dengan pertambahan kemampuan, tetapi sering orang dengan bertambahnya pendidikan, bertambahnya usia dia masih menganggap bahwa batas itu ada. Orang yang menganggap dirinya tidak mampu melakukan sesuatu padahal dia mampu, apa batasnya? Dia berfikir bahwa tidak mampu itulah batasnya.

Penting sekali untuk mendidik anak-anak adalah menembus batas ini. Bagaimana cara melatih anak supaya anak mempunyai keyakinan yang tinggi, bahwa saya bisa melakukan sesuatu. Maka berikan anak target-target yang bisa dicapai. Target-target yang achievable. Kalau anak sering diberi target yang lebih tinggi, maka anak akhirnya merasa sebagai orang gagal, gagal dan gagal dan dia menaruh batasan dipikirannya saya orang gagal.

Contoh kalau anak bapak-ibu, saudara misalnya disekolahnya rangking 20, 30, maka jangan ditargetkan dia rangking 1. Dia akan merasa gagal. Kalau anak ibu nilai ulangannya matematika, PPKN, atau yang lain nilainya 5-6-5-5-4, berikan dia target 6,5 jangan diberi target 10. Berikan target yang bisa dia capai. Anaknya rangking 20 diberi target rangking 1, kalau kamu rangking 1 papa akan belikan hp, nanti dibelikan komputer. Rangking 20 disuruh rangking 1, anak akan berkata”Pa, tidak ada yang mustahil bagi Tuhan, tapi itu mustahil bagiku.” Anak tidak termotivasi.

Saya punya anak memang para juara, rangking 1, 5 besar, 6 besar, tapi anak saya nomer 2 juga pernah tidak rangking. Ketika dia hanya rangking 19 saja,”bagus dong pak, mendingan. Bagaimana mendingan? Satu kelas hanya 19 anak, dia menjadi rangking yang paling rendah di kelasnya. Maka saya beri dia target, kalau kamu bisa 15 besar. 15 besar itu maksudnya 4 dari bawah, tapi kalau 4 dari bawah itu konotasinya jelek sekali. Jadi saya bilang pada anak saya, kalau kamu bisa 15 besar.

Dia rangking 19, lalu diberi target rangking 15, dia akan merasa pasti bisa. Dia akan berjuang dan dia mendapat rangking 15. Saya bilang lagi kalau kamu bisa 12 besar, maksudnya sama dengan 6 dari bawah, tapi itu kata yang tidak bagus. Maka saya beri istilah 12 besar, dan dia naik menjadi 12 besar. Ketika anak diberi target achaiveable dia akan merasa saya bisa, saya mampu. Penting untuk mengumpan anak bahkan mengumpan diri sendiri. Mengumpan seseorang dengan keberhasilan-keberhasilan kecil yang bisa diraih. Karena dengan memberikan keberhasilan-keberhasilan kecil, dia akan muncul percaya diri, mampu bahwa saya bisa. Sikap mampu bahwa bisa itu sudah 50% bisa.

Banyak orang sebenarnya dia mampu berbuat sesuatu tapi dia berfikir saya tidak bisa. Maka dia tidak mencoba. Kenapa tidak mencoba? Karena dia berfikir bahwa dia tidak bisa. Banyak orang sebenarnya bisa tapi dia berfikir tidak bisa. Perlunya mengumpan anak dengan keberhasilan-keberhasilan kecil, target yang bisa dicapai. Kalau anak menilainya 4,5 nanti tidak naik kelas, berikan dia target 6 dulu. Karena dengan nilai 6 saja dia akan naik kelas. Tapi kita bisa naikkan target itu untuk semester berikutnya, target 6 bisa naikkan target 7.

Jadi anak diberi target sesuatu yang dia yakin dia bisa mencapai. Kita motivasi dengan sedikit tambahan motivasi. Dia akan mencoba dan kemungkinan besar dia akan meraihnya karena targetnya adalah target-target yang achivable. Memberikan target kepada anak berlebihan adalah hanya akan membuat anak itu sengsara. Dia mulai merasa tidak mampu, merasa gagal. Tumbuh sikap bahwa setiap orang yang gagal dan ia tidak akan pernah berhasil. Tumbuhkan citra diri anak, karena citra diri adalah bagian dari kecerdasan emosi yang membuat anak-anak berhasil.

KECERDASAN BAHASA

Berbicara tentang kecerdasan linguistik (Linguistik intelejen) kemampuan berbahasa, maka ini berhubungan dengan keberanian berbicara, senang berbicara dan juga bahasanya komunikatif. Saya beri contoh sering terjadi suami istri bersama-sama pergi ke pesta pernikahan, atau pesta lainnya. Istri makan dan kursi di sebelahnya kosong. Ia melihat suaminya tidak jauh darinya, berdiri dan juga makan sendirian. Sang istri ingin suaminya duduk di sebelahnya.

Saya sering menjumpai kisah yang unik, ternyata sang istri yang ingin suaminya yang ada disebelahnya ini, tidak berbicara apa-apa dari mulutnya. Dia hanya menggerak-gerakkan tubuhnya dengan bahasa tubuh dan berharap dengan begitu suaminya akan mengerti. Dalam hati ia berkata ”harusnya ia kemari dong” harusnya ia ke sebelah saya, kan ia melihat saya sendirian. Masa ia tidak kemari sih! Itu laki-laki kok bebal sekali sih! Ia ‘kan lihat saya sendirian.”

Si istri hanya berbicara dalam hati tidak mengutarakannya hanya berbicara dengan bahasa tubuhnya dan berharap suaminya tahu. Pulang dari pesta pernikahan mereka bertengkar, dan si istri tetap tidak mau berbicara, ia masih berbicara dalam hatinya. ”Harusnya ia tahu dong salahnya apa!”

Suami tidak tahu salahnya apa, ia berfikir kenapa istrinya marah-marah, salah saya apa? Suami tidak mengerti salahnya apa? Mereka berdua, suami istri ini, kalau dibuka raportnya lihat transkripnya, jangan-jangan nilai bahasanya 9atau 10, jangan-jangan pelajaran tata bahasanya 9 atau 10, jangan-jangan grammar-nya 9 atau 10.

Jadi seseorang bisa punya nilai akademik bahasa yang tinggi tapi gagal dalam hidup, gagal dalam berkomunikasi, kenapa? Karena bahasanya tidak komunikatif. Kenapa tidak komunikatif? Karena tidak diucapkan. Sering terjadi juga di kantor-kantor seorang pegawai dengan sibuknya mempersiapkan kepanikan ini kepanikan itu, launching produk ini dan itu dengan paniknya ia bekerja dengan lelahnya, sementara pegawai yang lain tidak bekerja selelah itu, bahkan lebih santai. Yang bekerja dengan rajin itu tidak mengajak yang lain bekerja. Dia hanya berkata dalam hati, ”Harusnya mereka tahu dong saya lagi lelah, harusnya dia bantu saya dong, dia kan lihat saya lagi sibuk.”

Jadi banyak orang tidak mengucapkan apa yang ada dalam hatinya. Dia berharap orang lain tahu. Orang itu kalau dibuka raportnya, dilihat transkripnya, bisa-bisa nilai bahasanya 10 atau 9. Tetapi dalam pekerjaan dia tidak berhasil, kenapa? karena dia tidak berkomunikasi dengan baik. Terlalu banyak orang gagal dalam berkomunikasi, karena mengharap orang lain tahu, mengharap pasangan tahu. Betapa banyak ibu-ibu masuk kamar atau suami sebaliknya dan dia berharap suami menyusul masuk kamar,”Apa dia tidak tahu kalau lagi ditungguin? Kenapa sih tidak masuk-masuk kamar? Lalu bertengkarlah mereka. Kenapa? Karena mereka tidak berkomunikasi dengan baik. Halangannya adalah mereka mengharap orang lain tahu.

Dalam berkomunikasi saya akan berikan tips: Jangan mengharap orang lain tahu. Keluarkan isi hati dan berbicaralah. Bahasa yang komunikatif adalah bahasa yang diucapkan tentunya. Memang bahasa yang diucapkan tentunya disertai dengan bahasa tubuh akan menjadi lebih jelas. Tetapi kalau hanya dengan bahasa tubuh dan mengharap orang lain tahu, bisa-bisa kau akan cepat mati kecewa, cepat mati kepahitan karena ternyata pasanganmu tidak mengerti bahasa tubuhmu.

Jadi tetap bahasa verbal itu penting, ucapkan apa yang harus diucapkan, sampaikan apa yang ada dihati. Untuk anak-anak, didik anakmu untuk menyampaikan isi hatinya. Ajari anak berbicara, bercerita soal cita-citanya, soal keinginannya, untuk beragumen kenapa dia lakukan ini dan itu. Mengapa dia bertengkar dengan adiknya. Berani berbicara menyampaikan isi hati, maka itu bagian dari kecerdasan linguistik yang penting. Supaya anak berhasil di kemudian hari.

KEBERHASILAN

Setiap zaman memerlukan kecerdasan yang lebih tinggi untuk tingkat keberhasilan yang sama. Contohnya, 50 tahun yang lalu seorang lulusan diploma bisa saja menjadi terpandai di kecamatannya, menjadi pejabat, menjadi camat. Sedangkan saat ini, di kecamatan yang sama untuk menjadi office boy mungkin dibutuhkan ijazah diploma. Tahun 1945, Indonesia dibuat terkagum-kagum dengan Ir. Soekarno. Seorang insinyur, ia manusia langka di indonesia saat itu. Ketika Bung Karno, demikian ia disebut, berpidato di radio, orang-orang, terutama di Jawa, ketika mereka di sawah, di ladang, sedang bekerja, mereka berhenti dari pekerjaannya hanya untuk mendengar pidato Bung Karno di radio. Maka banyak sekali orangtua pada saat itu ingin sekali anaknya menjadi insinyur.

Beberapa puluh tahun kemudian, atau pada saat ini, kita bisa melihat ribuan insinyur menganggur, kesulitan mencari pekerjaan. Tahun 1956-1960 banyak orangtua ingin anaknya menjadi dokter pada saat itu bahkan sampai sekarang adalah sebuah profesi yang bisa dikategorikan sukses dan memiliki kekayaan yang cukup. Tetapi hari-hari ini juga cukup banyak orang yang setelah selesai kuliah dokter akhirnya tidak prakter dan pindah ke profesi bisnis atau dagang yang dianggap secara riil lebih menguntungkan. Hari-hari ini mungkin lebih banyak orang ingin menjadi entertainer atau artis. Dan memang banyak jalur disediakan untuk itu

Jadi tentang figur sukses itu bisa berubah-ubah. Syarat minimal untuk sebuah keberhasilan secara pendidikan formal pun dituntut lebih tinggi hanya untuk sebuah keberhasilan yang sama. Ketika tahun 2004 syarat pendidikan minimal anggota DPR-RI adalah SLTA. Maka banyak caleg kelabakan bahkan merebak isu ijazah palsu. Hari ini bahkan untuk menjadi guru SD harus ijazah S1. Artinya apa? Setiap zaman memerlukan kecerdasan, pendidikan formal, IQ yang tinggi, hanya untuk tingkat keberhasilan yang sama dimana dekade sebelumnya tidak dituntut kecerdasan setinggi itu.

Karena itu untuk menjadi orangtua saat ini, kalau kita mau melahirkan suatu generasi baru, membuat anak-anak kita akan berhasil, orangtua perlu mendorong dan menyekolahkan anaknya lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Karena semakin ke depan, tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memiliki pendidikan tinggi.

Apakah itu cukup? Tetap saja tidak. Karena dekade ke depan tentunya akan ada banyak jutaan sarjana atau S2 yang mencari pekerjaan. Karena itu selain pendidikan formal atau kecerdasan otak, kita perlu mempersiapkan anak-anak kita kecerdasan hati, kecerdasan spiritual.

Prof. Dr Daniel Gullman, bapak manajemen modern Amerika, mengatakan bahwa keberhasilan justru dipengaruhi 80% oleh kecerdasan emosi dan kecerdasan spritual. Emotional Quotien dan Spritual Quetien. Ada orang yang menggabungnya nemjadui EESQ Emotional Spritual Quession. Sebagai orangtua kalau tujuan supaya anak kita berhasil, bukan supaya memilki ijazah. Maka seharusnya kita memperhatikan yang 80% tetapi 20% pun pendidikan formal tidak boleh diabaikan karena setiap zaman butuh pendidikan yang lebih tinggi untuk keberhasilan yang sama.

INTEGRITAS

Keberhasilan seseorang sangat dipengaruhi oleh kecerdasan spritual. Kecerdasan spritual adalah kemampuan seseorang untuk menangkap kehendak Tuhan dalam kehidupannya. Apakah maksud yang baik dari sebuah peristiwa. Apakah itu peristiwa baik ataupun peristiwa yang tidak baik. Makin cepat orang mengambil kesimpulan dari sebuah peristiwa makin cerdas secara spritual. Kecerdasan spritual ini disusun, dibangun oleh berbagai aspek yaitu: integritas, karakter dan nilai-nilai hidup.

Dimulai dari integritas. Integritas adalah bersikap atau berkata apa adanya. Kalau A ya A, kalau B ya B. Integritas adalah orang yang sama antara perkataan dengan pikirannya. Orang yang punya integritas adalah orang yang bisa dipegang perkataannya. Artinya dia menghargai perkataannya dan perbuatannya.

Sering terjadi bahwa anak sesudah lahir justru sebenarnya punya integritas. Tapi orang tuanya yang merusak integritas anak. Karena itu penting sekali bagaimana cara kita membangun integritas pada anak. Kita tidak perlu menanam karena sudah ada pada diri si anak. Yang penting bagaimana kita memeliharanya. Karena sering justru orang tua melatih anak tidak punya integritas.

Sebagai contoh: Seandainya saudara punya anak kecil umur 2, 3 atau 4 tahun, datang tamu. Tamu ini anda tidak suka karena tamu ini suka gossip, sering tidak baik, atau tamu yang sedang menagih hutang. Pokoknya Anda tidak ingin bertemu dengan penagih hutang ini. Kau panggil anakmu yang paling kecil umur 2 atau 3 tahun berkata ”bilang pada tamu ya, kalau mama tidak ada”. Ini namanya training dan pemuridan bohong yang luar biasa efektifnya. Tapi sering anak ketika diajari seperti itu, ia masih belum bisa. Anak 2 tahun ini akan keluar, ke ruang tamu dan berkata pada tamunya ”Mama suruh bilang kalau mama tidak ada”. Jadi anak masih punya integritas belum bisa bohong. Mungkin dengan anak yang bersikap belum bisa bohong ini, anak yang masih punya integritas ini, orang tuanya akan marah. ”Lain kali kalau mama bilang tidak ada, ya bilang mama tidak ada, ngerti?!” Betul-betul orang tuanya mentraining anaknya agar tidak punya integritas. Jika terjadi berulang-ulang maka hilanglah integritas anaknya.

Modal uang bisa dicari. Kalau tidak punya integritas bagaimana mendapat kepercayaan dari orang lain. Dalam bisnis, keluarga, hidup sosial atau apa saja, integritas sangatlah penting. Tapi banyak orang tua merusak integritas si anak sejak mereka kecil. Banyak orang yang awalnya tidak punya modal tapi sukses, karena ia punya integritas. Banyak orang punya uang tapi bingung uangnya buat apa. Ia punya pekerjaan banyak tapi ia masih mau punya pekerjaan atau usaha yang lain. Maka ia mencari orang-orang yang punya integritas untuk menjalankan usahanya. Orang yang punya integritas tidak akan pernah kekurangan pekerjaan. Bahkan ia bisa menjual integritasnya dengan sejumlah presentase saham tertentu, apabila ada orang yang punya banyak uang tidak ada waktu, tidak ada ide untuk menjalankan uangnya. Orang-orang yang punya integritas adalah jawabannya. Banyak orang punya ide, punya waktu, banyak orang punya tenaga tapi tidak punya integritas. Integritas adalah pondasi hidup.

GAGAL ITU BIASA

Untuk berhasil orang harus berani mencoba. Dan kalau namanya mencoba itu tentu tidak 100% menghasilkan. Bisa gagal bisa tidak. Artinya orang yang berhasil adalah orang yang berfikir gagal itu biasa. Toh nanti juga akan menang. Namanya attitude pemenang. Gagal itu biasa, karena semua orang pernah gagal. Banyak orang besar yang berhasil yang kita kenal sekarang ini adalah orang yang pernah mengalami banyak kegagalan dalam hidupnya. Namun demikian mereka bangkit kembali. Mereka berfikir bahwa kegagalan adalah suatu pengalaman yang harus dilalui dalam hidup mereka. Mereka maju terus memperbaiki diri, dan berhasil.

Mari kita lihat cacatan kehidupan dari seorang yang sering mengalami kegagalan dalam hidupnya berikut ini:
Orang ini tahun 1816 keluarganya diusir dari rumahnya.

Tahun 1818 ibunya meninggal dunia,

Tahun 1831 orang ini gagal dalam bisnis.

Tahun 1832 orang ini kalah dalam pemilihan anggota dewan legislatif. Ia kehilangan pekerjaan, ia ingin sekolah hukum tetapi tidak diterima gagal dalam kuliah.

Orang ini tahun 1833 meminjam uang untuk memulai bisnis, bangkrut pada tahun yang sama. Ia gagal berusaha, ia harus melunasi hutangnya selama 17 tahun.

Orang ini tahun 1834 sempat terpilih sebagai anggota dewan legislatif.

Orang ini tahun 1835 bertunangan tapi tunangannya mati, sehingga ia patah hati. Karena patah hati tersebut ia mengalami nerveus breakdown syndrom dan harus berbaring selama 6 bulan.

Tahun 1838 ingin mengajukan diri menjadi ketua dewan legislatif, tapi gagal.

Tahun 1840 orang ini juga ingin menjadi elector tapi juga gagal.

Tahun 1842 orang ini menikah hanya satu dari empat anaknya laki-laki yang hidup melewati umur 18 tahun. Berarti tiga mati.

Tahun 1843 orang ini ingin menjadi anggota kongres tapi gagal. Baru pada tahun 1846 orang ini menjadi anggota kongres.

Tahun 1848 ia gagal terpilih menjadi anggota kongres untuk kedua kalinya. Setelah tidak menjadi anggota kongres maka ia ingin melamar pekerjaan menjadi land officer tapi ditolak alias gagal.

Tahun 1854 ia ingin menjadi anggota senat tapi gagal. 1856 dengan pengalaman gagalnya yang demikian banyak, ia nekat mencalonkan diri sebagai wakil presiden. Dan mendapat suara kurang dari 100, alias gagal.

Tahun 1858 ia ingin menjadi anggota senat lagi tetapi kalah dalam pemilihan umum. Kita bisa melanjutkan kisah gagalnya lebih panjang lagi. Tapi tahukah saudara, kisah siapa yang saya baca ini? Inilah kisah Abraham Lincoln yang tahun 1860 ia berhasil menjadi presiden Amerika terpilih.

Satu kunci keberhasilan Abraham Lincoln yang ia tulis dalam buku biografinya, ia berkata soal hidupnya. ”Jalan hidup saya jelek dan licin, kaki saya sering tergelincir. Tetapi saya bangun kembali, mengatakan pada diri saya sendiri ini hanya tergelincir dan bukan suatu kejatuhan.”

Sebuah cara pandang yang luar biasa memandang kegagalan dalam hidupnya dengan menganggap itu hanya tegelincir. Betapa banyak orang yang mengalami kegagalan tidak separah kegagalan Abraham Lincoln. Kita lihat kegagalannya itu sebenarnya bukan tergelincir, tapi jatuh, terjerembab dalam lumpur, hancur berkeping-keping tapi ia hanya menganggap tergelincir. Ada orang yang hanya tergelincir dalam hidup ini, hanya ditolak cintanya. Belum terjadi perceraian, bukan kebangkrutan, bukan perampokan tetapi berkata aku hidup tanpa cinta, hidupku hancur padahal bukan hancur. Dia bukan tergelincir tetapi hanya tersandung kerikil. Tetapi ia berkata hidupku hancur. Itulah bedanya sikap pemenang dengan seorang pecundang atau pengecut yang tidak berani mencoba lagi.

Kalau gagal dalam satu bidang coba lagi. Gagal dalam berpacaran, cari lagi. Begitu banyak manusia di muka bumi ini bahkan jutaan, milliaran pasti ada salah satu Tuhan tentukan menjadi jodoh dalam hidupmu. Pasti ada satu bidang kehidupan satu buah bisnis dalam hidup di dunia ini yang menjadi bagian kita untuk melakukan. Pasti ada satu lowongan pekerjaan dimuka bumi ini yang tepat untuk kita. Selama kita terus mencarinya, mencoba pasti akan mendapatkannya.

CACAT BUKAN HALANGAN

Beberapa waktu yang lalu, Jakarta kedatangan tamu seorang gadis yang istimewa, namanya Lee Hee Ah. Seorang gadis yang berumur 17 tahun, tingginya separuh dari teman-teman seusianya, bahkan juga agak sedikit terbelakang mental. Namun dia sukses menjadi seorang pianis, berkeliling dunia untuk konser piano. Ketika ia tampil di Jakarta, orang lebih kagum lagi, lebih heran lagi ketika dia melambaikan tangannya, karena kelihatan baik tangan kiri dan tangan kanan ternyata jarinya hanya dua. Kalau orang jarinya lima, orang main piano tentu ia dapat menggerakkan jarinya lebih enak. Tapi kalau dengan jarinya dua, jarinya harus bergerak lebih cepat untuk bunyi yang sama.

Anak saya tiga-tiganya juga main piano bahkan anak yang paling besar, kalau saya pikir-pikir sepertinya mainnya tidak kalah dari Lee Hee Ah. Yang masih SMP, ia sudah persiapan les untuk menjadi guru piano karena ia sudah selesai dari Yamaha music, bagian piano. Tapi kalau anak saya main piano, orang tidak akan kagum seperti kalau orang-orang melihat Lee Hee Ah main piano. Kenapa? Karena anak saya jarinya lima, sedang Lee Hee Ah jarinya dua.

Yang mau saya katakan adalah bahwa kelemahan seorang anak belum tentu adalah kelemahannya. Sering justru menjadi kekuatannya. Orangtua Lee Hee Ah tidak berfikir bahwa kelemahan fisik anaknya akan menghalangi karirnya, akan menghalangi kesuksesannya. Ia yakin bahwa setiap anak punya potensi untik berhasil. Setiap kelemahan diimbangi dengan kelebihan yang lain. Orang-orang atau anak-anak dengan cacat fisik sering mempunyai kepekaan hati, kepekaan suara, kepekaan lagu, spatial inteligence atau yang lainnya lagi. Anak anak hiperaktif bahkan yang autis sering mempunyai kemampuan desain grafis yang luar biasa. Ketika ia melihat gambar, melihat baju sesorang atau melihat yang lain, perhatiannya berbeda dengan yang lain. Ia memperhatika logo, gambar desain dan ia bisa menggambar ulang dengan sangat tepat. Jadi setiap anak, memang ada kekurangannya tapi pasti juga ada kelebihannya. Tugas orangtua adalah mengarahkan anaknya sesuai dengan kelebihannya.

Selain Lee Hee Ah ada kisah spektakuler lainnya lagi. Helen Keller yang buta dan tuli. Melalui beberapa terapi akhirnya pendengarannya bisa ditingkatkan. Dan Helen Keller yang buta, akhirnya menjadi seorang sarjana. Ia keliling dunia untuk memberikan motivasi kepada orang-orang cacat lainnya. Ratu Victoria dari Inggris memberikan gelar penghormatan pada Helen Keller dan ia menyatakan kekagumannya. Bagaimana orang buta sejak kecil bisa meraih sukses luar biasa. Dan Helen Keller menjawab bahwa jika tidak ada Anne Sullivan, tidak ada Helen Keller. Sullivanlah guru yang mendedikasikan hidupnya untuk Helen Keller. Ia melatih dan terus melatih memberikan dorongan-dorongan dan reward-reward untuk perubahan kecil saja yang positif. Dengan ketekunan seorang guru yang mendedikasikan hidupnya bagi anak cacat yang bernama Helen Keller membawa seorang anak cacat ini dalam sukses yang luar biasa. Karena itu orangtua tidak perlu marah, kecewa, dengan hal-hal yang kurang pada anaknya. Bahkan jika yang berkebutuhan khusus sekalipun. Karena setiap anak punya peluang untuk sukses sekalipun dia punya cacat.

George Washington juga memiliki cacat yaitu tulang belakangnya sering sakit. Don Phirston, desainer perancang mobil-mobil mewah, ia juga duduk dikursi roda. Demikian juga Franklin Rosevelt, ia lahir lumpuh. Gllerr Koningham pernah terbakar parah sehingga dokter mengatakan ia tidak bisa berjalan lagi. Tapi melalui latihan dan latihan, Gleen Koningham pada tahun 1934 memecahkan record dalam dunia lari 1 mil.

Dunia dipenuhi dengan kisah-kisah orang yang cacat, yang secara fisik tidak menguntungkan, namun memecahkan record keberhasilan. Karena memang keberhasilan tidak tergantung pada fisik. Kalau keberhasilan tergantung pada fisik maka Tuhan tidak adil karena fisik yang menciptakan Tuhan. Tapi keberhasilan tergantung pada hati. Kita manusia punya kehendak bebas tapi kita boleh mengambil keputusan. Apakah akan marah atau mengampuni. Apakah mau bersukacita atau mau bersedih. Kalau dia menggunakan keputusannya untuk bersedih, stress, marah, maka bagaimana ia bisa sukses. Tapi kalau ia menggunakan keputusan hatinya, untuk bersukacita, melepaskan pengampunan, hidup dalam damai sejahtera maka sukses ada di tangan orang-orang yang demikian. Karena itu orangtua perhatikan hati anakmu lebih lagi. Karena di sanalah awal keberhasilannya.

BERANI MENCOBA

Keberhasilan sangat dipengaruhi oleh intrapersonal inteligence, bagian dari kecerdasan emosi selain interpersonal intelejen atau sosialisasi. Bagian dari intrapersonal intelejen adalah self image atau gambar diri. Bagaimana orang memandang dirinya sendiri. Orang yang berhasil diantaranya adalah orang-orang yang berani gagal. Orang yang berani gagal ia akan tetap terus mencoba. Orang kalau tidak pernah mencoba ia memang tidak akan pernah gagal, tetapi pasti ia juga tidak akan pernah berhasil. Albert Hubert mengatakan, bahwa kesalahan terbesar yang dibuat seseorang adalah takut untuk membuat kesalahan.

Nah saya akan memberikan contoh, kegagalan itu sering justru membuat orang pindah ke tempat yang lebih baik. Jadi jangan takut dengan sebuah peristiwa gagal atau peristiwa yang tidak baik. Saya punya teman dan ia pernah berkata seperti ini ”Datanglah ke Serpong, ke PT IPTEK atau ke Bandung ke IPTN, kalau sudah masuk ke kantor sana, lemparkan sembarang kapur pasti akan kena kepala doktor” Itu karena terlalu banyaknya orang pintar. Tapi ketika IPTN ditutup pemerintah, program dihentikan, maka ada banyak ratusan bahkan ribuan karyawan yang otomatis orang-orang pandai, mereka menggunakan kepandaiannya untuk berargumentasi, berdemo agar IPTN jangan ditutup, sebenarnya layak diteruskan dsb…. Demo masih berlangsung sampai akhir-akhir ini. Bertahun-tahun kemudian, setelah penutupan itu karena mereka menggunakan kepandaiannya hanya untuk berdemo, beragumentasi.

Ada kisah orang lain lagi, kisah yang pernah saya baca di majalah tentang pisang goreng ponti. Bahwa ada orang yang di-PHK, perusahaannya ditutup, berdemo terus menerus. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mengerti bahwa setiap peristiwa itu selalu ada maksud baik di belakangnya, ini menyangkut kecerdasan spritual juga. Memang kecerdasan emosi dengan kecerdasan spritual itu kait-mengait. Ketika ada seorang yang di-PHK dari perusahaan pelayaran dengan gaji yang cukup tinggi. Ketika di-PHK memang pasti stress, membuat keadaan ekonomi tidak baik, ketakutan soal masa depan, sekolah anak, dsb.

Tetapi sekali lagi, masalah, ketakutan soal masa depan, bisa membuat hancur, stress bunuh diri, atau gunakan itu sebagai picuan bahwa saya akan melakukan apa saja supaya anak saya tetap sekolah. Orang yang di-PHK dari pelayaran dengan gaji tinggi ini, akhirnya mencoba untuk jualan pisang goreng. Dan sekarang merebak berbagai macam pisang ada pisang ponti, ada pisang yang digoreng dengan kering, diberi tepung, lalu pisangnya pun masih agak mentah, tapi sudah gurih.

Kisah pisang goreng ini sempat booming dimana-mana. Orang beli harus ngantri dan tentunya harga pisang goreng ada yang 2000, 3000 per pisang goreng. Dibanding dengan pisang goreng lainnya yang rata-rata 500 tentu marginnya sangat tinggi. Katakan 1 pisang bisa untung 1000 rupiah dari harga 2000 kadang-kadang 50% marginnya dari omzet. Kalau satu bulan omzetnya bisa 1 juta, maka berarti marjinnya bisa mencapai 50 juta. Itu sudah 5, 6, 7 kali dari gaji ketika ia masih dipelayaran. Kalau dia tidak di-PHK tentu ia tidak akan mencoba jualan pisang goreng karena sudah bekerja dengan nyaman, gaji yang cukup besar. Tapi dengan kondisi yang dizinkan Tuhan terjadi yaitu ketidak-nyamanan, di-PHK, ditambah dengan satu sikap yaitu berani mencoba, maka ia mengalami kemajuan and keberhasilan.

Ada orang lain juga di-PHK, dan kisahnya berakhir dengan menyedihkan. Kenapa? apa yang membedakannya? sama-sama di-PHK. Ada yang di-PHK lalu jualan pisang goreng dan sukses. Ada yang di-PHK demo berbulan-bulan, bertahun-tahun terus berdemo dan mengakhiri kisah hidupnya dengan penderitaan, dengan kesusahan, kepahitan dan tidak bisa mengerti kenapa pemerintah menutup perusahaan ini dan itu. Padahal pemerintah mengambil keputusan tentu atau perusahaan swasta atau nasional dari sisi ekonomis sudah terbukti bahwa bertahun-tahun tidak ada peluang diteruskan menambah kerugian maka diambil tindakan tegas, ditutup.

Ada orang yang bisa menerima dan tidak. Apa yang membedakannya, kecerdasan spritualnya dan kecerdasan emosinya. Ada orang ketika mengalami hal yang tidak baik, berani mencoba, tidak takut gagal. Karena berani mencoba tidak takut gagal, maka akhirnya kalau toh ia pernah gagal, tapi akhirnya pasti akan berhasil. Sekali lagi janganlah pernah takut untuk mencoba, karena hanya dengan mencobalah tidak akan tahu akan berhasil atau tidak. Belum berhasil juga maka katakan belum berhasil, dan bukan tidak berhasil.

Minggu, 18 Juli 2010

BERANI BERBICARA :KISAH SI GAGAP

Ada beberapa kelompok masyarakat atau negara-negara tertentu kurang suka membaca. Contohnya di Indonesia orang-orang kurang suka membaca, jangankan buku yang tebal, buku yang tipis saja belum tentu mau dibaca. Tetapi orang-orang Eropa, Amerika lebih suka membaca. Lihat saja, kalau mereka datang ke Indonesia, mereka antri tiket sambil memegang buku yang cukup tebal, entah novel, atau apapun, mereka membaca. Sambil menunggu take off pesawat mereka membaca. Mereka liburan ke Bali 3 hari, 1 hari, mungkin di satu lokasi, berjemur di pantai sambil membaca, lalu istirahat, makan, tidak lama kemudian baca lagi.

Jadi orang asing, Eropa khususnya, mereka ke Bali liburan satu hari, 1 atau 2 lokasi saja mereka santai, berjemur di pantai mereka baca. Orang indonesia tidak suka membaca. Mereka liburan ke Bali 1 hari mengunjungi 7 lokasi, datang, potret, lalu pindah, datang, potret lalu pindah. Mereka ke Hongkong juga begitu, 1 hari 5 lokasi, datang satu tempat, potret, pindah, potret, pindah. Maka orang indonesia pulang liburan, badannya sakit, kelelahan, kenapa? Karena terlalu banyak jalan. Saya sering bertanya kepada teman-teman ”kamu itu liburan apa kerja bakti? kok pulang-pulang kelelahan?” Untuk kelompok masyarakat seperti kita yang kurang suka membaca, maka menerbitkan buku terlalu tebal itu beresiko, kecuali bukunya terkenal dan laku.

Ada kisah tentang sebuah penerbit yang menerbitkan buku terlalu tebal. Padahal masih pemula. Karena itu bukunya sulit sekali dijual. Mereka mulai berfikir bagaimana menghabiskan buku ini. Kalau dijual di toko, dipajang begitu saja, mengharapkan orang datang susah sekali. Belum lagi diskon yang diminta nasional departemen store cukup tinggi bisa 40, 45 bahkan 50% ada listing fee, admin fee, jurning fee, biaya promosi dan sebagainya.

Maka si penerbit ini mulai berfikir, bagaimana kalau dijual secara langsung, disodorkan ke orang-orang atau door to door. Kemudian mereka merekrut salesmen tanpa gaji, komisinya saja dibuat 50%. Maka ternyata komosi 50% dari omzet itu menarik sekali bagi para salesman. Banyak yang melamar.

Salah satu pelamar yang gagap ditolak oleh resepsionis,”Kamu tidak boleh ikut jualan, tidak bisa jadi salesman, di sini dibutuhkan salesman bukan office boy.”
Si pelamar menjawab dengan tergagap-gagap,”Sa..sa..saya ju..ju..juga ma..ma.mau ja..ja..jadi sa..sa..sales.”

“Kamu orang gagap, bicara saja tidak lancar, mau jadi sales, pasti tidak bisa.”

“Sa..sa..saya bi..bisa, co..co..coba sa..saja du..du..dulu.”

“Sudah, sudah, tidak diterima!”

“To..tolong..ka..ka..kasih ke..ke..kesempatan du..dulu. Kan..pee..pe..nerbit ti..tidak ru..ru..rugi kan ti..tidak pakai ga..ga...ji..”

Karena si pelamar ngotot, akhirnya ia diberi kesempatan. Betul juga tidak pakai gaji, karena kalau gagalpun tidak rugi.

Akhirnya kepala marketingnya berkata “ini tiga buku, coba kamu jual kalau dalam 3 hari tidak habis, berarti kamu tidak bisa jualan, kembalikan!”

Si gagap membawa 3 buku itu lalu pergi. Sebelum makan siang, ia kembali ke kantor, setor uang hasil jualan buku, lalu minta buku 3 lagi. Sebelum sore hari, ia kembali lagi, setor uang jualan, lalu ambil 3 buku lagi.

Kepala marketing berkata ”Jangan terlalu bersemangat, nanti kamu sakit. Pulang saja, istirahat, besok saja datang lagi.”

Esoknya, Si gagap datang pagi sekali mengambil lima buku. Belum makan siang setor uangnya, ambil lima buku. Menjelang sore ia setor uang ambil lima buku lagi. Begitu seterusnya sampai akhir bulan. Akhirnya Si Gagap ini menjadi sales terbaik.

Kemudian diadakan gathering, semua sales kumpul. Dan semua sales tidak dapat menahan keingin-tahuannya tentang keberhasilan Si Gagap.

Mereka mulai berteriak-teriak, ”Wah hebat gagap! kamu menjadi salesmen terbaik. Ayo dong cerita, bagi-bagi ilmu, bagaimana cara jualannya.”

Mulanya ia tidak mau bicara, tetapi setelah dipaksa, akhirnya Si Gagap maju ke depan, ia memegang mikrofon, lalu ia mulai bersaksi dengan tergagap-gagap,”Ga..gampang kok ca..cara ju..ju..jualan bu..bu..buku, saya ha..hanya ca..ca..cari calon pem..pembeli, la..lalu sa..saya bi..bicara sa..sama di..dia, mau be..be..beli atau ma..mau di..diba..bacain?”

Yah tentu saja orang tidak mau dibacain. Dibacain 5 halaman saja, darah tinggi naik, dibacain 10 halaman bisa budrek, bicara saja seperti itu. Karena itu orang lebih memilih beli daripada dibacain oleh Si Gagap.

Kisah ini saya sampaikan hanya untuk menunjukkan, bahwa kalau ada niat, pasti ada jalan. Disamping itu, orang harus berani bicara walaupun bahasanya tidak baik. Apa artinya orang punya tata bahasa luar biasa, pelajaran bahasanya bagus, tata bahasanya bagus, pellingnya bagus, pronounsesionnya bagus, grammarnya bagus, bisa menulis halus, titik koma tidak salah. Tapi kalau tidak berani berbicara, maka dia juga tidak akan sukses. Dalam hal linguistik intelejen, maka berani berbicara itu penting. Apa artinya orang pandai, kalau tidak berani berbicara. Maka orang lain juga tidak tahu bahwa dia itu pandai. Dalam hal berbahasa, selain tata bahasa, menulis cepat, menulis halus, maka yang cukup penting orang itu berani berbicara. Bahkan yang gagap saja kalau ia berani berbicara, maka ada kesempatan bagi dia untuk sukses.

Maka dari itu, terapi anak-anakmu, didik anakmu, untuk berani berbicara. Kalau ada masalah di antara anak-anak, sering orang indonesia berkata kepada anaknya ”diam” tidak usah banyak omong, pokoknya kamu yang salah. Jadi anak tidak dilatih untuk berani berbicara. Ini terbalik, justru orangtua harus berkata kepada anaknya,”Mengapa kamu begitu? Ayo cerita..” Biarkan kakaknya cerita, lalu ganti adiknya, kenapa kamu begitu? biarkan ia mengungkapkan pendapatnya. Dengan mendengar dan cukup mendengar kita akan menjadi orangtua yang cukup bijaksana. Karena kita bisa mengadili dengan adil, siapa yang salah? Dua-duanya yang salah, seberapa besar salahnya. Tapi kalau kita tidak mendengar, selain kita tidak menjadi orangtua yang bijaksana dan adil, maka anak tidak terbiasa berbicara dan tidak berani berbicara. Padahal berani berbicara adalah aspek yang penting di dalam membuat seseorang itu berhasil nantinya.

Orang tidak senang berbicara nanti menikahpun pasangannya bisa kesepian. Karena punya pasangan yang hanya bicara pendek-pendek. Ia tidak biasa mengeluarkan isi hatinya. Kalau yang gagap, tetapi berani berbicara, ia saja bisa sukses, apalagi yang tidak gagap, kalau ia berani berbicara, maka ia akan sukses.

Banyak orang yang sebenarnya tidak punya kelemahan dalam hal berbicara, tetapi ia tidak berani berbicara. Sebenarnya ia punya kelemahan dalam hatinya, ia minder, tidak percaya diri. Ia merasa ada yang salah dalam dirinya, maka ia menjadi tidak berani berbicara. Karena itu, latihlah dirimu untuk berani berbicara, sebab berani berbicara adalah salah satu kunci sukses.

ANAK BERHASIL

Supaya anak berhasil kita harus memperhatikan kecerdasan emosi dan kecerdasan spritual, karena itulah yang menentukan 80% keberhasilan mereka.

Orang yang berhasil dagang, bukan yang ahli matematika ekonomi, tapi yang temannya banyak. Mereka yang menang Pilkada, bukan yang ahli sosiologi atau ahli politik, tapi yang banyak temannya, luas pergaulannya. Untuk mendapat kredit dari bank, tidak dibutuhkan indeks prestasi yang tinggi, tapi pandai me-lobby, pandai bergaul, dan bersosialisasi.

Untuk berhasil menikah bahagia tidak dibutuhkan ilmu pendidikan, ilmu psikologi, atau yang nem-nya tinggi. Orang pintar menikah dengan orang pintar sering justru kalau mereka bertengkar dalilnya banyak dan tidak selesai-selesai. Ahli agama menikah dengan ahli agama apakah tentu pernikahannya bahagia? Belum tentu, karena kalau mereka bertengkar, ayatnya banyak dan susah untuk didamaikan. Untuk berhasil dalam keluarga sekalipun, seperti menikah dan bahagia, tidak cukup hanya pandai, tetapi yang hatinya baik.

Maka jelas, sederhana sekali, bahwa sebuah keberhasilan ditentukan lebih banyak oleh kecerdasan hati dan kecerdasan spritual.

Jika konsentrasi kita sebagai pendidik dan orangtua supaya anak-anak kita berhasil, maka sepatutnyalah kita memberikan porsi dan perhatian pada kecerdasan hati dan kecerdasan spiritual ini. Orangtua tidak selesai dan tidak hanya cukup menyekolahkan anaknya, lalu berarti dia sudah mendidik anak. Karena sekolah tentunya hanya mempengaruhi kecerdasan intelektual atau IQ yang mempengaruhi 20% keberhasilannya. Maka justru yang mempengaruhi kecerdasan hati, kecerdasan spiritual adalah lingkungan keluarga, karena itu justru orangtua punya peran yang lebih untuk keberhasilan anak.

Orangtua perlu memperhatikan apa yang ditonton anak, siapa temannya, apa yang dibaca, kalau buka komputer belum tentu dia belajar, mungkin dia buka website, coba perhatikan situs-situs apa yang dia buka. Apakah hal-hal yang membuat dia baik, atau justru pornografi atau hal-hal buruk lainnya. Keberhasilan dipengaruhi oleh kecerdasan emosi dan spritual. Orangtua yang bijak adalah orangtua yang tahu bahwa mendidik anaknya di dalam rumah, dalam keluarganya, sebagai hal yang penting.

Jumat, 16 Juli 2010

RAJAWALI ANAK AYAM

Intrapersonal intelejen penting dalam keberhasilan. Bagian dari intrapersonal inteligence adalah self image atau citra diri. Mengapa citra diri penting dan berpengaruh dalam keberhasilan? Karena citra diri mempengaruhi seseorang membawakan dirinya, mempengaruhi bagaimana dia berhubungan dengan orang lain. Dan tentunya mempengaruhi batas tertinggi yang bisa diraih.

Saya berikan kisah ilustrasi. Suatu ketika ada seekor ayam, dia berjalan-jalan di kaki bukit dan menemukan telor. Dia berfikir, wah ada telor ayam tercecer, dia ambil telor itu dan dia erami bersama telornya yang lain. Singkat cerita menetaslah si telor-telor ini termasuk telor yang ia temukan. Dan rupanya telor yang ia temukan itu menetas dan tumbuh menjadi anak yang berbeda, karena sebenarnya telor itu telor rajawali yang jatuh menggelinding dari bukit dan dierami sama si ayam. Walaupun dierami sama si ayam tentu ia tetap menetas sebagai rajawali. Tapi sirajawali ini hidup bersama-sama ayam. Ia punya kakak ayam, cici ayam, punya koko ayam, hidup bersama-sama ayam, makan bersama ayam, punya mama ayam, punya tetangga ayam.

Si rajawali ini tidak merasa bahwa dirinya rajawali. Ia merasa dirinya ayam, karena berbicara bahasa ayam, makan bersama ayam. Tapi ia merasakan hidupnya aneh, kenapa kaki saya, kukunya melengkung tidak seperti ayam yang menapak, ia berlaripun susah sering terpeleset. Lalu ia mulai frustrasi dengan dirinya sendiri kenapa saya begini, ia mulai bertanya pada ibunya ”Mama, mama, saya ini ayam atau bukan? Kok saya kakinya beda.”

Ibunya berkata ”Nak. Aku yang melahirkan kamu, aku yang mengerami kamu, jadi kamu ayam juga. bersyukurlah dengan dirimu, nak. Kamu itu ayam. Maka si rajawali ini melanjutkan hidupnya, dia juga makan dengan susah karena paruhnya bengkok tidak seperti ayam yang lain yang paruhnya runcing. Jalan susah, makan susah, dia frustrasi dengan dirinya, dia bertanya pada ibunya lagi ”Mama saya ini ayam atau bukan sih ma? Kenapa saya ini tidak seperti yang lain.

Ibunya berkata,”Nak kamu memang beda dengan yang lain, tapi aku mencintai kamu apa adanya. Mama mau bilang ya nak, kamu adalah ayam.”

Sirajawali yang hidup bersama ayam ini melanjutkan hidupnya dan ketika dia berlari sayapnya lebih panjang dari yang lain, nabrak-nabrak pagar, ketika yang lain masuk celah yang sempit dengan mudah, dia cukup kesulitan.

Singkat cerita, ibunya sudah tua, hampir mati, maka si rajawali mendatangi si induk ayam ini. Bertanya lagi,”Ma, mumpung mama masih hidup, mama sudah sakit keras, saya mau nanya, Ma. Katakan sebenarnya jangan ada rahasia di antara kita, saya ini ayam atau bukan sih, Ma?”

Mamanya ambil nafas dalam-dalam, mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya lalu dia berkata,”Nak, Mama jadi ingat, dulu mama menemukan telur, lalu mama erami kamu, jadi kamu ini adalah a..a..a..a petok!” lalu matilah si induk ayam.

Wah, ibunya belum selesai bicara sudah mati. Si anak ini bingung, nemu telor, lalu dierami, kamu ini a..a..a. apa ya? Ayamlah masa anjing..yah sudahlah memang saya ayam.

Maka si rajawali ini hidup sebagai ayam, menilai dirinya ayam, hidup susah bersama ayam. Lalu singkat cerita rajawali itu mati, di kuburannya dipasang ada nisan “Telah mati seekor ayam”.

Betapa banyak orang sebenarnya punya kemampuan lebih, tapi hidup susah, cari makan susah, frustrasi dengan dirinya sendiri karena tidak mengenal jati dirinya sendiri. Dia tidak mengenal hidupnya sendiri, jati dirinya, kemampuan dirinya. Kenapa? karena lingkungan. Rajawali yang hidup bersama ayam, dia menjadi hidup seperti ayam. Orang belajar jati diri sering kadang-kadang mengadopsi dari orang lain. Orang menyerap self image atau gambar diri dari orangtua, dari teman, karena itu orang sering mengatakan bahwa pergaulan yang buruk merusak kebiasaan baik.

Orang lain mengatakan, bila ingin tahu siapa dia? Lihat empat orang terdekatnya, maka itulah dia. Orang bergaul dengan maling jadi maling, orang bergaul dengan pemalas, jadi pemalas. Orang bergaul dengan orang optimis jadi optomis, orang bergaul dengan yang rajin jadi rajin. Karena dalam hal membangun gambar diri sesorang memang tidak bisa dihindari orang menyerap gambar-gambar diri yang ada dilingkungannya. Bapaknya memukul ibunya, maka si anak akan memukul adiknya, dia akan memukul istrinya nanti kalau dia nanti menikah. Lingkungannya kasar dia akan menyerap nilai-nilai kasar, dan gambar diri kasar. Karena itu penting sekali kita membangun keluarga dengan nilai-nilai, value-value yang baik, karena itu akan menjadi nilai-nilai dan value-value pada anak kita.

Kita punya keyakinan yang bagus, optimis, hidup benar, maka anak-anak kita juga akan seperti itu. Oleh sebab itu, sudah saatnya kita membangun sebuah generasi baru dengan nilai-nilai yang baik. Inilah saatnya kita juga menentukan dan mengawasi lingkungan anak-anak kita, sampai dia besar dan dewasa dan bisa mengambil keputusan untuk menentukan lingkungannya sendiri. Tapi tetap orang tua boleh mengarahkan anak-anaknya untuk mengambil lingkungan yang positif. Karena lingkungan akan mempengaruhi seseorang menentukan, menilai dan membangun gambar dirinya.

BERANI BICARA

Untuk sukses seseorang harus diketahui bahwa dia pandai, baik, dan punya integritas. Untuk sukses orang harus pandai berkomunikasi, bagaimana orang tahu dia pandai kalau tidak berkomunikasi. Namun ternyata cukup menarik bahwa hasil survei majalah rider digest bahwa berpidato adalah ketakutan nomor satu di Amerika. Namun demikian sebenarnya berpidato adalah cara yang sangat hebat untuk membangun citra diri. Karena itu bagaimana kita bisa memiliki citra diri yang hebat, kalau ternyata anda juga termasuk orang yang punya ketakutan untuk berbicara di depan umum.

Berikut ini adalah tips untuk belajar berbicara di depan umum untuk membangun citra diri yang baik, citra diri yang positif, yang akan menghantar saudara dalam jalan menuju sukses .Tips ini diberikan oleh seorang pakar komunikasi, phisikologi yang bernama Zig Ziglar.

Yang pertama mulailah dengan melihat diri anda sendiri di dalam cermin. Lihat mata anda di dalam cermin, anda juga harus menyisihkan waktu beberapa menit setiap hari untuk tujuan khusus sengaja melihat langsung ke mata anda di dalam cermin. Sementara anda melakukan ini, ulangi pengukuhan hal-hal yang positif yang ada dalam diri anda, misalnya saudara berkata: “Saya orang sukses. Saya lahir dengan tujuan menjadi sukses. Saya pasti bisa,k alau orang lain bisa, saya juga bisa. Saya adalah orang yang punya komitmen,” dan sebagainya.


Apabila engkau sudah terbiasa melihat diri anda sendiri dengan melihat mata saudara dalam cermin, maka tahap kedua, lakukanlah kontak mata melihat orang lain. Kalau engkau takut berbicara melihat mata atasanmu, mata orang-orang yang melihat engkau berbicara di podium maka mulailah melakukan kontak mata dengan anak-anak kecil. Engkau bisa mengumpulkan anak-anak kecil, tetangga, keponakan, tentu engkau berani bukan melihat mata mereka. Engkau bisa menyiapkan cerita sederhana, cerita lucu, atau memberikan hadiah kecil seperti pinsil atau penggaris yang murah saja tapi itu membuat engkau berkesempatan berbicara dengan mereka dan melihat matanya. Menyatakan sesuatu, memberi sesuatu dan melihat matanya. Nanti engkau akan melihat reaksi yang jauh berbeda dengan cara ini. Membuat engkau punya keberanian untuk melakukan kontak mata.

Tapi yang ketiga adalah konsentrasi untuk melihat kelompok sesama anda dan rekan-rekan anda dan teman anda yang selevel. Atau mulai bisa juga dengan rekan-rekan kerja yang kedudukannya lebih rendah. Pandanglah mereka pada mata anda, setiap kali berbicara, berkomunikasi dengan mereka. Apabila engkau masih grogi melakukannya, engkau bisa melakukan sedikit revisi bukan melihat mata mereka tapi melihat dahi mereka. Tapi paling tidak semua hadirin akan melihat bahwa saudara memandang mereka. Tapi engkau tidak melihat mata, tapi mungkin hal itu masih menjadi trauma atau ketakutan. Janganlah engkau menyampaikan pidato atau sambutan sambil melihat keatas, melihat kertas, melihat meja atau hal yang lainnya. Engkau kelihatan sebagai orang yang bukan percaya diri, bukan seorang pemimpin.

Cobalah ketiga hal di atas, lama-kelamaan engkau akan berani melihat mata mereka dan engkau akan menjadi seorang orator, seorang yang bisa memimpin, bisa presentasi bisa menyampaikan sesuatu. Hal-hal seperti itu sangat penting dalam jalur karir sukses.

KUMBANG BADAK

Keberhasilan dipengaruhi cukup tinggi oleh intrapersonal inteligence. Intrapersonal inteligence memiliki dua bagian: Pertama, self control, yaitu bagaimana orang mengelola emosinya. Kedua, self image atau gambar diri, yaitu bagaimana orang menilai dirinya. Orang yang memiliki gambar diri yang baik adalah orang yang berfikir bahwa saya bisa. Untuk menanam pada anak supaya dia bisa maka kita perlu melatihnya. Tetapi berfikir bahwa saya bisa itu penting. Banyak orang berfikir tidak bisa bukan karena tidak bisa, tetapi karena dia berfikir tidak bisa.

Kumbang badak adalah serangga dengan badan yang besar, dengan cangkang sayap yang tebal, dan sayap halusnya sangat kecil dan pendek. Kalau dianalisa secara ilmu aerodinamika, mungkin sulit dimengerti bahwa kumbang badak dengan bentuk tubuh yang seperti itu bisa terbang. Tetapi untung kumbang badak tidak pernah belajar ilmu aerodinamika. Kalau dia belajar aerodinamika dia akan berfikir bahwa dia tidak bisa terbang dan dia tidak akan pernah bisa terbang. Kumbang badak tidak pernah belajar ilmu aerodinamika. Dia melihat bapaknya terbang, melihat ibunya terbang, lalu dia mencoba terbang, dan dia bisa terbang. Dia melihat bapaknya yang gemuk, badannya besar, menggerakkan sayapnya yang kecil dan dia bisa terbang, maka dia pun hanya mengikuti menggerakkan sayapnya dan dia pun terbang.

Jadi berpikir bahwa bisa itu penting. Saya berikan satu contoh yang lain. Lomba lari 1 mil adalah perlombaan yang banyak menjadi perhatian orang. Dulu, selama bertahun-tahun orang tidak bisa berlari sejauh 1 mil dalam waktu kurang dari 4 menit. Karena itu, banyak ahli-ahli olahraga, ahli-ahli ergonomi yang mengatakan bahwa memang dengan kaki manusia yang panjangnya dengan segala perhitungannya yang rumit maka tidak bisa lari kurang dari 4 menit. Dan ahli-ahli ini termasuk menjadi penasehat para olahragawan.

Tetapi pada tahun 1954 ada seorang mahasiswa bernama George Banister yang tidak memperdulikan pendapat dan teori para ahli. Dia berlari dalam jarak 1 mil kurang dari 4 menit. Hari ini sudah lebih dari 336 orang lain yang memecahkan rekornya George Banister. Orang mulai bisa berlari 1 mil kurang dari 4 menit, ketika mereka berfikir bisa. Ketika berfikir bisa maka orang menjadi bisa. Banyak orang tidak bisa melakukan apa-apa karena orang membatasi pikiran mereka. Saat pikiran yang membatasi itu dicabut dari pikiran mereka, maka mereka bisa melakukannya.

Saya mengenal orang yang sebenarnya pandai tapi hidupnya tidaklah sukses. Saat saya berbincang-bincang dengan mereka, saya tahu apa yang membatasi mereka. Saya mendapati bahwa mereka memakai kepandaiannya justru untuk membuktikan kenapa mereka tidak bisa melakukan ini dan itu. Jadi kepandaiannya dipakai bukan untuk memajukan diri, melakukan terobosan-terobosan, atau mencari kemungkinan-kemungkinan baru, tetapi malah kepandaiannya dipakai untuk membuktikan dan menjelaskan dengan dalil dan teori mengapa mereka gagal.

Jadi cukup penting untuk merestorasi dan memperbaharui pikiran kita, bahwa kita sebenarnya diciptakan Tuhan dengan kemampuan yang luar biasa. Kalau kita berfikir bisa maka menjadi bisa. Kalau gagal katakan saja belum berhasil, lalu coba lagi, coba lagi, maka akhirnya menjadi bisa. Para juara adalah orang-orang yang berfikir seperti itu, mereka terus berlatih dan berlatih. Mereka gagal tidak hanya sekali, bisa puluhan kali bahkan ratusan kali, tetapi mereka terus mencoba sampai akhirnya bisa.

Berfikir bisa adalah bagian dari intrapersonal inteligence. Latih dirimu bahwa kamu bisa. Latih juga anakmu untuk berpikir bahwa dia bisa. Latihlah dengan cara memberikan target-target yang bisa dicapai. Target-target kecil yang bisa menghasilkan kemenanga-kemenangan kecil yang bisa membangun keyakinannya bahwa ia bisa melakukan sesuatu.

Rabu, 14 Juli 2010

MENILAI DIRI : VICTOR SERIBRIAKOFF

Intrapersonal inteligence adalah bagian dari emosional inteligence. Bagian dari Intrapersonal inteligence adalah self image atau gambar diri. Penting sekali seorang anak punya gambar diri yang baik, karena gambar diri mempengaruhi batas tertinggi yang bisa diraihnya. Gambar diri mempengaruhi bagaimana seseorang membawakan dirinya. Gambar diri mempengaruhi bagaimana sesorang berhubungan dengan orang lain.

Ada kisah nyata seorang yang bernama Victor Seribriakoff. Pada saat ia berumur limabelas tahun gurunya mengatakan kepadanya, bahwa ia tidak akan menyelesaikan sekolahnya, sebaiknya ia berhenti dan mempelajari sebuah keterampilan. Victor menerima nasehat itu dan selama tujuhbelas tahun berikutnya dia menjadii pengembara yang kerjanya serabutan. Waktu kecil ayahnya sering berkata kepada Victor bahwa dia adalah anak bodoh, dia marah pertama kali dibilang bodoh, tetapi ketika ibunya juga mengatakan bahwa ia anak bodoh, dia mulai berfikir, “Ayah bilang aku bodoh, Ibu bilang bodoh, mungkin aku memang bodoh.”

Ketika Victor masuk sekolah, gurunya juga mengatakan dia anak bodoh. Sudah banyak orang mengatakan dia bodoh, maka dia mulai berfikir bahwa dia bodoh. Dan ketika teman-temannya mengatakan dia bodoh, dia tidak marah. Kenapa dia tidak marah lagi? Karena ia sudah menilai dirinya sama seperti orang lain menilai dia. Karena memang gambar diri dipengaruhi oleh penilaian, perkataan, penghakiman, pernyataan orang lain. Maka sejak Victor menilai dirinya bodoh, maka ia berlaku seperti orang bodoh.
Singkat cerita, ketika Victor berumur tigapuluh tahun, dia melamar pekerjaan di sebuah perusahaan internasional, untuk menjadi office boy. Victor harus menjalani psichotest. Tes pertama untuk mengetahui berapa IQ-nya. Tes kedua untuk mengetahui temperamen dasarnya, agar tahu dia lebih tepat ditempatkan dimana. Hasilnya cukup mengejutkan. Ternyata Victor memiliki IQ 161.

Pertanyaannya, mengapa orang ber-IQ tinggi prestasi akademik jelek? Jawabnya, karena memang untuk punya nilai akademis bagus tidak perlu IQ terlalu tinggi, cukup 110-120. Di atas 120 sering anak justru menjadi hiperaktif, 130 lebih merasa dirinya pandai, karena dia pandai, dia menganggap sudah bisa sehingga tidak lagi mendengarkan bila gurunya mengajar, ngobrol dengan yang lain atau sibuk dengan ide-ide di kepalanya. Akibatnya, ia dicap anak nakal, anak bodoh. Banyak anak dengan IQ diatas 130 justru bermasalah di rumah maupun di skeolah.

Makin tinggi IQ anak, justru bisa bermasalah karena IQ tinggi membuat seorang anak punya banyak ide di kepalanya. Karena idenya banyak, maka konsentrasinya jadi pendek. Dan hal ini juga yang terjadi pada Victor. Tetapi ketika ia mengetahui bahwa IQ-nya tinggi, ia tidak bodoh, tetapi justru jenius, maka ia mulai menilai dirinya, bahwa ia adalah orang yang pandai. Ketika Victor menilai dirinya pandai, ia mulai bertindak sebagaimana orang pandai. Dia tidak lagi menilai dirinya seperti orang tua, guru, dan teman-temannya yang menilai dirinya bodoh.

Meskipun Victor bekerja sebagai office boy, karena tidak ada pilihan lain, sebab ia tidak punya gelar, tetapi sambil bekerja dia mengambil sebuah sekolah semacam Kejar Paket C bila di Indonesia. Setelah itu ia mengambil kuliah malam. Dia tetap melanjutkan pekerjaannya sampai dia meraih gelar sarjana, bahkan sampai selesai S-2. Nama Victor Seribriakoff tertulis dalam daftar nama ketua International Mensa Society, sebuah lembaga orang-orang pandai di Amerika. Untuk masuk dalam klub itu syarat yang pertama adalah IQ minimal 140.

Hidup Victor berubah ketika dia penilaian atas dirinya berubah. Ketika Victor nenilai dirinya bodoh seperti kata orang, maka dia mulai bertingkah laku seperti orang bodoh, tetapi ketika Victor menilai dirinya pandai, dia mulai bertingkah laku seperti orang pandai. Hidupnya menjadi efektif dan produktif, karena dia melihat dirinya dengan sudut pandang yang berbeda. Karena itu pandanglah dirimu dengan apa yang baik yang ada padamu.

Bagi para orang tua, ajarlah anak-anak memandang dirinya dari hal yang positif. Caranya pandanglah anak-anak dengan cara yang positif. Kalau kita melihat anak-anak kita dari sisi negatifnya saja, anakpun menilai dirinya negatif. Seorang anak mungkin pelupa, bisa pegang uang, boros, selalu berbagi dengan temannya, nilai matematikanya jelek, tidak disipilin, dan itu terus yang engkau lihat dari anakmu. Tetapi lihat dari sisi lain, anak seperti itu biasanya sanguin, dan dia juga punya kelebihan. Dia jujur, periang, suka berbicara, dan banyak teman.

Jadi perhatikan kalau engkau bisa menilai ada yang positif dari anakmu, katakan yang baiknya tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya baik. Tetapi bila engkau suka mengatakan yang negatif tentang anakmu, maka dia akan menilai dirinya negatif. Setiap anak, setiap manusia punya kelebihan dan punya kekuranga. Nilai dan ucapkan kelebihan dan kebaikannya, agar mereka bertindak baik sesuai dengan kelebihannya.

Selasa, 13 Juli 2010

INTRA PERSONAL


Intra Personal Inteligence begitu penting dalam diri seseorang dan bagian dari intra personal intelegence adalah self image atau gambar diri, yaitu bagaimana seseorang memandang dan menilai dirinya sendiri.

Kita akan belajar lebih jauh bagaimana orang bisa menemukan jati dirinya. Seringkali keadaan, masalah, situasi genting justru membuat orang menyadari siapa dirinya. Seperti dalam ilustrasi berikut ini. Suatu hari, seekor ayam menemukan sebutir telur rajawali, lalu ia mengerami telurnya dan menetaslah rajawali ini bersama telur yang lainnya dan menjadi ayam bersama para ayam.

Singkat cerita, ketika induk ayam mati, maka rawajali yang hidup bersama ayam menilai dirinya sebagai seekor ayam, berjalan bersama-sama para ayam yang lain. Mereka berjalan mendaki bukit. Si rajawali yang merasa dirinya ayam ini ikut berjalan juga. Sesampai di puncak bukit mereka bercanda satu dengan yang lain. Si rajawali yang hidup bersam ayam ini, sering menjadi bahan cemoohan, penampilannya yang berbeda dengan ayam-ayam pada umumnya. Karena badannya yang besar, si rajawali diolok-olok oleh ayam-ayam yang lain,”Eh, bongsor, eh gendut, ayam aneh, ayam lucu, sayap lebar, sayap lucu”

Mulanya mereka hanya bercanda biasa, tapi lama-kelamaan candaan mereka melampaui batas, mereka saling mengejek, bahkan saling mendorong. Ketika si rajawali diledek dan didorong oleh ayam-ayam yang lain, ia jatuh dari atas bukit. Ketika ia jatuh dan melayang ke jurang, si rajawali mulai berusaha untuk bertahan agar tidak mati. Rajawali itu mencoba mengepak-ngepakan sayapnya. Dan ternyata hal yang luar biasa terjadi. Sayap yang selama ini dianggap aneh dan membuatnya minder, justru menjadi penyelamat hidupnya. Ketika dia mengepak-ngepakkan sayapnya, maka ia menemukan dirinya tidak jatuh. Ia malah bisa terbang. Kemudian ia rentangkan sayapnya lebar-lebar, ia terbang melayang dan ia sangat menikmatinya.

Sang rajawali baru menyadari dirinya yang sesungguhnya. “Saya tahu sekarang, saya bukan ayam aneh, saya bukan ayam lucu, saya tidak patut ditertawakan, saya ayam luar biasa, saya ayam yang bisa terbang.”

Dan ketika ia terbang, ia berjumpa dengan rajawali yang lain. Ia menemukan komunitas yang sama. Ia mulai belajar bahasa rajawali, hidup bersama rajawali, terbang bersama rajawali, dan jati dirinya sebagai rajawali dibangun di dalam komunalnya, lalu ia hidup sukses sebagai seekor rajawali.

Setiap orang mempunyai kemampuan berbeda-beda atau mempunyai kemampuan yang unik. Sering orang menjadi aneh, karena tinggal di lingkungan yang salah. Karena itu sekali lagi lingkungan itu penting. Kalau mau sukses engkau perlu bergabung dengan komunal orang-orang sukses, berbicara tentang kesuksesan, engkau akan dipacu untuk sukses. Anda akan menjumpai bahwa banyak orang sukses ternyata tidak jauh berbeda dengan Anda. Pendidikannya tidak jauh beda, pandainya tidak jauh beda, keahliannya tidak jauh beda, ternyata mereka sukses. Karena mereka sudah mencoba lebih dulu, karena ia sudah memulai lebih dulu. Sementara selama ini Anda tinggal bersama para pemalas, menghabiskan waktu hanya dengan menonton film, membaca buku yang tidak jelas, menyukai pornografi, nongkrong dan minum minuman keras, dan Anda mungkin sudah bertahun-tahun hidup seperti itu. Dan mungkin dengan kepandaianmu yang lebih menjadi tertawaan di komunal yang tidak tepat itu.

Ketika Anda bergabung dengan komunal yang benar, komunal yang produktif, teman-teman yang aktif, yang giat, maka Anda akan mulai hidup dengan benar, dengan cara yang benar, maka Anda juga akan sukses.

Tetapi sering bukan, orang tidak menemukan siapa dirinya, dan tidak menemukan komunal yang tepat. Karena itu kadang Tuhan mengizinkan masalah terjadi dalam hidup Anda. Ketika ada masalah, ketika orang dikeluarkan, diusir dari lingkungannya, terjadi “kegagalan”, terjadi kebangkrutan sehingga ia harus pindah pekerjaan ke tempat yang lain. Atau mungkin Anda di-PHK, tetapi dengan jalan itu Anda akan pindah ke perusahaan yang lain, yang komunalnya lebih baik. Kadangkala, ada baiknya bila engkau ditolak dari lingkunganmu, engkau diusir dari teman-temanmu, engkau tidak disukai oleh teman-teman sekampungmu, se-RT-mu, karena engkau tidak bisa mabuk dengan mereka, karena engkau tidak bisa malas dengan mereka, enggak tidak mau nongkrong dengan mereka, dan ketika engkau diusir dari sana, engkau mencari lingkungan yang baru dan di lingkungan yang baru itu engkau bertemu dengan orang-orang yang sama denganmu.

Seringkali ha-hal yang menyakitkan, seperti penolakan, pengusiran dari lingkungan, tidak diterima, di-PHK, membuat seseorang menemukan lingkungan yang jauh lebih baik. Sering juga ketakutan yang luar biasa, masalah yang luar biasa, justru membuat kita ingin bertahan hidup. Muncul drive, muncul niat, saya tidak mau mati, saya harus hidup, seperti rajawali yang dijatuhkan dari bukit, ia mengalami ketakutan yang luar biasa, tapi dia tidak mau mati. Ketika seseorang berkata “harus”, maka ia mau melakukan apa saja, yang penting tidak mati. Ketika seseorang pada tahap mau melakukan apa saja, maka ia mau mencoba dan ketika ia mencoba maka ia menemukan jati dirinya. “O, ternyata saya bisa dalam satu hal, ternyata saya bisa dalam satu bidang…”

Jadi orang sering harus terdesak dalam hidup ini, karena saat engkau terdesak engkau bersyukur. Karena engkau terdesak, engkau sampai pada tahap engkau mau melakukan apa saja dan engkau mulai mencoba. Ketika engkau mulai mencoba, engkau mulai menemukan apa yang engkau bisa. Ketika engkau menemukan apa yang kau bisa, engkau akan bersukacita, engkau mulai menemukan serpihan-serpihan dari gambar dirimu, bahwa engkau bisa! Maka engkau mulai melatih bidang yang kau bisa, engkau mulai mengembangkan talentamu, menjadi expert, menjadi ahli dalam bidang itu, maka sukses akan engkau raih dengan segera.

Oleh sebab itu, apapun yang terjadi dalam hidupmu, jangan berhenti mencoba, agar kita mengenal apa bidang yang kita bisa. Dengan begitu kita sedang membangun gambar diri kita. Mengerti apa yang kita bisa, itu membuat kita melangkah dalam kesuksesan selanjutnya.

TANGGUNG JAWAB

Untuk sukses seseorang perlu memiliki sikap bertanggung jawab terhadap hidupnya sendiri. Tidak minta dikasihani, bagaimanapun keadaan dirinya. Saya akan perjelas prinsip ini dengan kisah nyata dari Borg Will Dale seorang yang memiliki kelemahan fisik, yaitu cacat pada matanya.

Dalam bukunya yang berjudul I want too see. Borg berkata, “Saya hanya punya satu mata, itupun hampir tertutup seluruhnya oleh selaput, sehingga saya hanya bisa melihat melalui celah kecil mata saya sebelah kiri. Saya hanya bisa membaca buku kalau buku itu saya pegang dekat-dekat dengan muka dan dengan sekuat tenaga saya pusatkan penglihatan saya melalui celah kecil di mata saya sebelah kiri. “

Walaupun demikian Borg tidak minta dikasihani, ia tidak mau diistimewakan, ia ingin seperti orang lain. Sebagai anak kecil ia ingin ikut main jingkrak-jingkrat dengan gadis kecil lainnya, akan tetapi ia tidak bisa melihat garis di tanah oleh karena itu setelah anak-anak yang lain berhenti bermain dan pulang, bork merangkak di tanah sambil mendekatkan matanya ketanah untuk melihat garis-garis batas permainan tersebut dan menghafalkannya. Setiap garis dan tanda diamati betul-betul sedikit demi sedikit, akhirnya dia hafal dan dapat ikut bermain dengan baik. Di rumah ia senang membaca tapi buku yang akan dia baca harus didekatkan ke matanya sampai bulu matanya menyentuh setiap halaman buku.

Kegigihannya membuat ia berhasil meraih dua gelar kesarjanaan: BE atau Sarjana Muda, dari Universitas Minnesota dan Master of Art dari Universitas Colombia. Ia mengajar di sebuah dusun kecil Twinnfelli, Minnesota. Dan pada akhirnya Ia naik menjadi guru besar jurnalistik dan sastra di Augustanna College di Souk Folk South Dakota, di sana ia mengajar selama tiga belas tahun memberi ceramah pada perkumpulan wanita dan memberikan pidato radio mengulas tentang buku dan penulis.

“Dalam benak saya, Saya selalu dibayangi oleh rasa takut yang mengerikan. Takut kalau-kalau saya menjadi buta sama sekali.” kata Borg, “Untuk mengatasi masalah ini saya berusaha bersikap tenang, berusaha selalu hidup riang dan gembira.

Pada tahun 1943 ketika ia berusia 50 tahun, terjadi mujizat. Operasi mata yang dijalaninya di Mayo Clinic berhasil dengan baik. Ia dapat melihat empat puluh kali lebih baik dari sebelumnya. Dunia baru yang indah dan menarik terpampang di depan matanya, bahkan saat mencuci piring pun membuat ia sangat gembira dan kagum. Ia bercerita, “Saya lantas bermain dengan buih-buih sabun yang ada dalam bak cuci. Saya memasukkan tangan saya ke dalamnya, mengambil bola kecil buih sabun tersebut. Bola-bola kecil itu saya angkat melawan cahaya dan terlihat pemandangan indah menawan hati. Karena setiap bola itu bagaikan pelangi kecil dengan warna beraneka ragam dan cemerlang berkilauan.”

Perjuangan yang gigih seorang yang tadinya hanya bisa samar-samar melihat, tetapi ia punya prinsip hidup luar biasa. Ia tidak mau diistimewakan, ia tidak mau mendapat belas kasihan dalam arti dikasihani, tetapi ia mengambil sikap untuk berdikari, ia mengambil sikap untuk bertanggung-jawab dalam hidupnya. Itulah yang membuat seorang Borg Will Dale berhasil dalam hidupnya.

Kata-kata penutup dalam bukunya adalah: “Ya Tuhan Bapa kami yang ada di Surga, saya mengucap syukur di hadirat-Mu, saya sangat berterima kasih atas anugerah-Mu ini.”
Seorang yang bersyukur, optimis, sikap positif, padahal memiliki kelemahan cacat fisik. Betapa banyak orang tidak punya cacat fisik tapi memiliki cacat hati, tidak pernah bisa bersyukur dengan apa yang ia miliki. Oleh sebab itu, kembangkanlah sikap positif, bersyukur dengan apa yang ada padamu, karena itulah jalan raya menuju sukses.