Setiap zaman memerlukan kecerdasan yang lebih tinggi untuk tingkat keberhasilan yang sama. Contohnya, 50 tahun yang lalu seorang lulusan diploma bisa saja menjadi terpandai di kecamatannya, menjadi pejabat, menjadi camat. Sedangkan saat ini, di kecamatan yang sama untuk menjadi office boy mungkin dibutuhkan ijazah diploma. Tahun 1945, Indonesia dibuat terkagum-kagum dengan Ir. Soekarno. Seorang insinyur, ia manusia langka di indonesia saat itu. Ketika Bung Karno, demikian ia disebut, berpidato di radio, orang-orang, terutama di Jawa, ketika mereka di sawah, di ladang, sedang bekerja, mereka berhenti dari pekerjaannya hanya untuk mendengar pidato Bung Karno di radio. Maka banyak sekali orangtua pada saat itu ingin sekali anaknya menjadi insinyur.
Beberapa puluh tahun kemudian, atau pada saat ini, kita bisa melihat ribuan insinyur menganggur, kesulitan mencari pekerjaan. Tahun 1956-1960 banyak orangtua ingin anaknya menjadi dokter pada saat itu bahkan sampai sekarang adalah sebuah profesi yang bisa dikategorikan sukses dan memiliki kekayaan yang cukup. Tetapi hari-hari ini juga cukup banyak orang yang setelah selesai kuliah dokter akhirnya tidak prakter dan pindah ke profesi bisnis atau dagang yang dianggap secara riil lebih menguntungkan. Hari-hari ini mungkin lebih banyak orang ingin menjadi entertainer atau artis. Dan memang banyak jalur disediakan untuk itu
Jadi tentang figur sukses itu bisa berubah-ubah. Syarat minimal untuk sebuah keberhasilan secara pendidikan formal pun dituntut lebih tinggi hanya untuk sebuah keberhasilan yang sama. Ketika tahun 2004 syarat pendidikan minimal anggota DPR-RI adalah SLTA. Maka banyak caleg kelabakan bahkan merebak isu ijazah palsu. Hari ini bahkan untuk menjadi guru SD harus ijazah S1. Artinya apa? Setiap zaman memerlukan kecerdasan, pendidikan formal, IQ yang tinggi, hanya untuk tingkat keberhasilan yang sama dimana dekade sebelumnya tidak dituntut kecerdasan setinggi itu.
Karena itu untuk menjadi orangtua saat ini, kalau kita mau melahirkan suatu generasi baru, membuat anak-anak kita akan berhasil, orangtua perlu mendorong dan menyekolahkan anaknya lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Karena semakin ke depan, tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memiliki pendidikan tinggi.
Apakah itu cukup? Tetap saja tidak. Karena dekade ke depan tentunya akan ada banyak jutaan sarjana atau S2 yang mencari pekerjaan. Karena itu selain pendidikan formal atau kecerdasan otak, kita perlu mempersiapkan anak-anak kita kecerdasan hati, kecerdasan spiritual.
Prof. Dr Daniel Gullman, bapak manajemen modern Amerika, mengatakan bahwa keberhasilan justru dipengaruhi 80% oleh kecerdasan emosi dan kecerdasan spritual. Emotional Quotien dan Spritual Quetien. Ada orang yang menggabungnya nemjadui EESQ Emotional Spritual Quession. Sebagai orangtua kalau tujuan supaya anak kita berhasil, bukan supaya memilki ijazah. Maka seharusnya kita memperhatikan yang 80% tetapi 20% pun pendidikan formal tidak boleh diabaikan karena setiap zaman butuh pendidikan yang lebih tinggi untuk keberhasilan yang sama.
Beberapa puluh tahun kemudian, atau pada saat ini, kita bisa melihat ribuan insinyur menganggur, kesulitan mencari pekerjaan. Tahun 1956-1960 banyak orangtua ingin anaknya menjadi dokter pada saat itu bahkan sampai sekarang adalah sebuah profesi yang bisa dikategorikan sukses dan memiliki kekayaan yang cukup. Tetapi hari-hari ini juga cukup banyak orang yang setelah selesai kuliah dokter akhirnya tidak prakter dan pindah ke profesi bisnis atau dagang yang dianggap secara riil lebih menguntungkan. Hari-hari ini mungkin lebih banyak orang ingin menjadi entertainer atau artis. Dan memang banyak jalur disediakan untuk itu
Jadi tentang figur sukses itu bisa berubah-ubah. Syarat minimal untuk sebuah keberhasilan secara pendidikan formal pun dituntut lebih tinggi hanya untuk sebuah keberhasilan yang sama. Ketika tahun 2004 syarat pendidikan minimal anggota DPR-RI adalah SLTA. Maka banyak caleg kelabakan bahkan merebak isu ijazah palsu. Hari ini bahkan untuk menjadi guru SD harus ijazah S1. Artinya apa? Setiap zaman memerlukan kecerdasan, pendidikan formal, IQ yang tinggi, hanya untuk tingkat keberhasilan yang sama dimana dekade sebelumnya tidak dituntut kecerdasan setinggi itu.
Karena itu untuk menjadi orangtua saat ini, kalau kita mau melahirkan suatu generasi baru, membuat anak-anak kita akan berhasil, orangtua perlu mendorong dan menyekolahkan anaknya lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Karena semakin ke depan, tidak ada tempat bagi mereka yang tidak memiliki pendidikan tinggi.
Apakah itu cukup? Tetap saja tidak. Karena dekade ke depan tentunya akan ada banyak jutaan sarjana atau S2 yang mencari pekerjaan. Karena itu selain pendidikan formal atau kecerdasan otak, kita perlu mempersiapkan anak-anak kita kecerdasan hati, kecerdasan spiritual.
Prof. Dr Daniel Gullman, bapak manajemen modern Amerika, mengatakan bahwa keberhasilan justru dipengaruhi 80% oleh kecerdasan emosi dan kecerdasan spritual. Emotional Quotien dan Spritual Quetien. Ada orang yang menggabungnya nemjadui EESQ Emotional Spritual Quession. Sebagai orangtua kalau tujuan supaya anak kita berhasil, bukan supaya memilki ijazah. Maka seharusnya kita memperhatikan yang 80% tetapi 20% pun pendidikan formal tidak boleh diabaikan karena setiap zaman butuh pendidikan yang lebih tinggi untuk keberhasilan yang sama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar