Beberapa waktu yang lalu, Jakarta kedatangan tamu seorang gadis yang istimewa, namanya Lee Hee Ah. Seorang gadis yang berumur 17 tahun, tingginya separuh dari teman-teman seusianya, bahkan juga agak sedikit terbelakang mental. Namun dia sukses menjadi seorang pianis, berkeliling dunia untuk konser piano. Ketika ia tampil di Jakarta, orang lebih kagum lagi, lebih heran lagi ketika dia melambaikan tangannya, karena kelihatan baik tangan kiri dan tangan kanan ternyata jarinya hanya dua. Kalau orang jarinya lima, orang main piano tentu ia dapat menggerakkan jarinya lebih enak. Tapi kalau dengan jarinya dua, jarinya harus bergerak lebih cepat untuk bunyi yang sama.
Anak saya tiga-tiganya juga main piano bahkan anak yang paling besar, kalau saya pikir-pikir sepertinya mainnya tidak kalah dari Lee Hee Ah. Yang masih SMP, ia sudah persiapan les untuk menjadi guru piano karena ia sudah selesai dari Yamaha music, bagian piano. Tapi kalau anak saya main piano, orang tidak akan kagum seperti kalau orang-orang melihat Lee Hee Ah main piano. Kenapa? Karena anak saya jarinya lima, sedang Lee Hee Ah jarinya dua.
Yang mau saya katakan adalah bahwa kelemahan seorang anak belum tentu adalah kelemahannya. Sering justru menjadi kekuatannya. Orangtua Lee Hee Ah tidak berfikir bahwa kelemahan fisik anaknya akan menghalangi karirnya, akan menghalangi kesuksesannya. Ia yakin bahwa setiap anak punya potensi untik berhasil. Setiap kelemahan diimbangi dengan kelebihan yang lain. Orang-orang atau anak-anak dengan cacat fisik sering mempunyai kepekaan hati, kepekaan suara, kepekaan lagu, spatial inteligence atau yang lainnya lagi. Anak anak hiperaktif bahkan yang autis sering mempunyai kemampuan desain grafis yang luar biasa. Ketika ia melihat gambar, melihat baju sesorang atau melihat yang lain, perhatiannya berbeda dengan yang lain. Ia memperhatika logo, gambar desain dan ia bisa menggambar ulang dengan sangat tepat. Jadi setiap anak, memang ada kekurangannya tapi pasti juga ada kelebihannya. Tugas orangtua adalah mengarahkan anaknya sesuai dengan kelebihannya.
Selain Lee Hee Ah ada kisah spektakuler lainnya lagi. Helen Keller yang buta dan tuli. Melalui beberapa terapi akhirnya pendengarannya bisa ditingkatkan. Dan Helen Keller yang buta, akhirnya menjadi seorang sarjana. Ia keliling dunia untuk memberikan motivasi kepada orang-orang cacat lainnya. Ratu Victoria dari Inggris memberikan gelar penghormatan pada Helen Keller dan ia menyatakan kekagumannya. Bagaimana orang buta sejak kecil bisa meraih sukses luar biasa. Dan Helen Keller menjawab bahwa jika tidak ada Anne Sullivan, tidak ada Helen Keller. Sullivanlah guru yang mendedikasikan hidupnya untuk Helen Keller. Ia melatih dan terus melatih memberikan dorongan-dorongan dan reward-reward untuk perubahan kecil saja yang positif. Dengan ketekunan seorang guru yang mendedikasikan hidupnya bagi anak cacat yang bernama Helen Keller membawa seorang anak cacat ini dalam sukses yang luar biasa. Karena itu orangtua tidak perlu marah, kecewa, dengan hal-hal yang kurang pada anaknya. Bahkan jika yang berkebutuhan khusus sekalipun. Karena setiap anak punya peluang untuk sukses sekalipun dia punya cacat.
George Washington juga memiliki cacat yaitu tulang belakangnya sering sakit. Don Phirston, desainer perancang mobil-mobil mewah, ia juga duduk dikursi roda. Demikian juga Franklin Rosevelt, ia lahir lumpuh. Gllerr Koningham pernah terbakar parah sehingga dokter mengatakan ia tidak bisa berjalan lagi. Tapi melalui latihan dan latihan, Gleen Koningham pada tahun 1934 memecahkan record dalam dunia lari 1 mil.
Dunia dipenuhi dengan kisah-kisah orang yang cacat, yang secara fisik tidak menguntungkan, namun memecahkan record keberhasilan. Karena memang keberhasilan tidak tergantung pada fisik. Kalau keberhasilan tergantung pada fisik maka Tuhan tidak adil karena fisik yang menciptakan Tuhan. Tapi keberhasilan tergantung pada hati. Kita manusia punya kehendak bebas tapi kita boleh mengambil keputusan. Apakah akan marah atau mengampuni. Apakah mau bersukacita atau mau bersedih. Kalau dia menggunakan keputusannya untuk bersedih, stress, marah, maka bagaimana ia bisa sukses. Tapi kalau ia menggunakan keputusan hatinya, untuk bersukacita, melepaskan pengampunan, hidup dalam damai sejahtera maka sukses ada di tangan orang-orang yang demikian. Karena itu orangtua perhatikan hati anakmu lebih lagi. Karena di sanalah awal keberhasilannya.
Anak saya tiga-tiganya juga main piano bahkan anak yang paling besar, kalau saya pikir-pikir sepertinya mainnya tidak kalah dari Lee Hee Ah. Yang masih SMP, ia sudah persiapan les untuk menjadi guru piano karena ia sudah selesai dari Yamaha music, bagian piano. Tapi kalau anak saya main piano, orang tidak akan kagum seperti kalau orang-orang melihat Lee Hee Ah main piano. Kenapa? Karena anak saya jarinya lima, sedang Lee Hee Ah jarinya dua.
Yang mau saya katakan adalah bahwa kelemahan seorang anak belum tentu adalah kelemahannya. Sering justru menjadi kekuatannya. Orangtua Lee Hee Ah tidak berfikir bahwa kelemahan fisik anaknya akan menghalangi karirnya, akan menghalangi kesuksesannya. Ia yakin bahwa setiap anak punya potensi untik berhasil. Setiap kelemahan diimbangi dengan kelebihan yang lain. Orang-orang atau anak-anak dengan cacat fisik sering mempunyai kepekaan hati, kepekaan suara, kepekaan lagu, spatial inteligence atau yang lainnya lagi. Anak anak hiperaktif bahkan yang autis sering mempunyai kemampuan desain grafis yang luar biasa. Ketika ia melihat gambar, melihat baju sesorang atau melihat yang lain, perhatiannya berbeda dengan yang lain. Ia memperhatika logo, gambar desain dan ia bisa menggambar ulang dengan sangat tepat. Jadi setiap anak, memang ada kekurangannya tapi pasti juga ada kelebihannya. Tugas orangtua adalah mengarahkan anaknya sesuai dengan kelebihannya.
Selain Lee Hee Ah ada kisah spektakuler lainnya lagi. Helen Keller yang buta dan tuli. Melalui beberapa terapi akhirnya pendengarannya bisa ditingkatkan. Dan Helen Keller yang buta, akhirnya menjadi seorang sarjana. Ia keliling dunia untuk memberikan motivasi kepada orang-orang cacat lainnya. Ratu Victoria dari Inggris memberikan gelar penghormatan pada Helen Keller dan ia menyatakan kekagumannya. Bagaimana orang buta sejak kecil bisa meraih sukses luar biasa. Dan Helen Keller menjawab bahwa jika tidak ada Anne Sullivan, tidak ada Helen Keller. Sullivanlah guru yang mendedikasikan hidupnya untuk Helen Keller. Ia melatih dan terus melatih memberikan dorongan-dorongan dan reward-reward untuk perubahan kecil saja yang positif. Dengan ketekunan seorang guru yang mendedikasikan hidupnya bagi anak cacat yang bernama Helen Keller membawa seorang anak cacat ini dalam sukses yang luar biasa. Karena itu orangtua tidak perlu marah, kecewa, dengan hal-hal yang kurang pada anaknya. Bahkan jika yang berkebutuhan khusus sekalipun. Karena setiap anak punya peluang untuk sukses sekalipun dia punya cacat.
George Washington juga memiliki cacat yaitu tulang belakangnya sering sakit. Don Phirston, desainer perancang mobil-mobil mewah, ia juga duduk dikursi roda. Demikian juga Franklin Rosevelt, ia lahir lumpuh. Gllerr Koningham pernah terbakar parah sehingga dokter mengatakan ia tidak bisa berjalan lagi. Tapi melalui latihan dan latihan, Gleen Koningham pada tahun 1934 memecahkan record dalam dunia lari 1 mil.
Dunia dipenuhi dengan kisah-kisah orang yang cacat, yang secara fisik tidak menguntungkan, namun memecahkan record keberhasilan. Karena memang keberhasilan tidak tergantung pada fisik. Kalau keberhasilan tergantung pada fisik maka Tuhan tidak adil karena fisik yang menciptakan Tuhan. Tapi keberhasilan tergantung pada hati. Kita manusia punya kehendak bebas tapi kita boleh mengambil keputusan. Apakah akan marah atau mengampuni. Apakah mau bersukacita atau mau bersedih. Kalau dia menggunakan keputusannya untuk bersedih, stress, marah, maka bagaimana ia bisa sukses. Tapi kalau ia menggunakan keputusan hatinya, untuk bersukacita, melepaskan pengampunan, hidup dalam damai sejahtera maka sukses ada di tangan orang-orang yang demikian. Karena itu orangtua perhatikan hati anakmu lebih lagi. Karena di sanalah awal keberhasilannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar