Untuk info seminar dan mengundang sebagai pembicara seminar hubungi 021-7364885 atau via email: jarotwj@yahoo.com

Rabu, 25 Agustus 2010

TIDAK ADA ANAK BODOH

Saya mau sampaikan sebuah cerita, ilustrasi. Ada berbagai macam binatang bersahabat lalu mereka pergi ke sekolah. Ketika pelajaran renang si kura-kura dengan semangat dia berenang dengan tenang. Dia mencapai garis akhir dan mendapat pujian luar biasa. Tapi si kelinci kelejotan, berteriak-teriak dia gagal berenang, demikian juga si burung. Dia menjadi kedinginan dan lari ketakutan. Maka si guru mulai marah dengan si kelinci, kelinci autis lompat-lompat terus, tidak mau belajar. Tak lama kemudian kelompok binatang yang bersahabat ini belajar berlari.”Wah, kelinci menjadi juara, namun si kura-kura dimarahi “Kamu ini si pemalas. Kamu ini lambat, lelet, tidak ada masa depan. Maka si kura-kura pun stres. Demikian juga ketika berganti pelajaran melompat dari tempat yang tinggi “Wah si burung senang sekali, karena dia melompat bahkan melayang-layang. Sapi dan gajah ketakutan karena badannya gemuk, dia jatuh akan susah bangun dan berdiri lagi. Maka dia dimarahi dikatakan “si gendut dan si rakus” Maka gajah pun stres.

Nah kenapa masing –masing menjadi stres? Padahal sebenarnya mereka tidak ada masalah. Yang menjadi masalah adalah kurikulum yang mereka ikuti yang mengharuskan binatang belajar berenang, belajar melompat, terbang dan belajar berlari. Padahal setiap binatang punya ciri khas, cara bergerak sendiri-sendiri.

Ini hanya iliustrasi, tapi kadang-kadang kasus serupa terjadi pada anak-anak kita. Tiap anak belajar semua hal yang sama. Maka ada anak yang mendapat label si hiperaktif, si lamban, si bodoh, si nakal dan sebagainya. Padahal belum tentu demikian, karena setiap anak punya cara belajar sendiri, kecerdasan sendiri. Kecerdasan aspeknya banyak, setiap anak tidak harus pandai setiap aspek. Ada anak yang punya kinestetik intelejen bagus sekali. Dia punya kepandaian menggerakkan tubuhnya dengan tepat. Dia bisa menjadi olahragawan yang hebat. Dia bisa menjadi juara, tapi dalam bidang lain dia harus pandai juga. Belum tentu dia pandai secara matematika. Anak yang lain mungkin punya kecerdasan yang bagus sekali. Dia pandai bergaul dan dia punya kelemahan dalam matematika. Kalau kita cap anak seperti ini anak bodoh, dia akan stres dan tertekan. Padahal kalau kita mengerti bahwa setiap anak memang unik,anak yang punya kepandaian bergaul,mungkin bisa menjadi marketing yang luar biasa. Mungkin dia bisa menjadi pedagang, dengan relasi yang luas. Soal menghitung bukankah ada kalkulator, komputer yang dengan sangat praktis bisa membantu si pedagang menghitung-hitung yang memang juga tidak perlu serumit yang harus dia pelajari. Seperti kalkulus, integritas, integral dan sebagainya yang membuat anak pusing tujuh keliling.

Karena itu rupanya kurikulum sekolah-sekolah harus lebih diberikan perhatian pada keunikan setiap anak. Setiap anak sebenarnya cerdas hanya cerdasnya berbeda-beda.

Sebagai contoh misalnya Thomas Alfa Edison, yang menemukan lampu. Tapi ternyata dalam sejarah hidupnya diceritakan bahwa anak yang lahir di Porth Hourun Michigan ini diperkirakan IQ-nya hanya 81 saja, atau bodoh sekali. Bahkan anak ini didaftarkan disekolah dua tahun lebih lambat karena penyakit jengkring atau scarlet fever dan infeksi pernapasan. Akibat penyakit ini maka dia berangsur-angsur tuli. Dia dikeluarkan dari sekolah, telah sekolah selama tiga bulan. Dan gurunya menyatakan bahwa dia adalah anak yang terbelakang. Tapi Thomas Alfa Edison senang dengan seluk-beluk mesin. Dia suka sekali bermain dan mengutak-atik bahkan pernah dia membakar gudang ayahnya, karena permainannya. Tetapi walau dia tidak sekolah secara formal, Thomas Alfa Edison kecil saat itu adalah orang yang dengan tekun mencoba-coba, suka sekali otak-atik, suka sekali hal-hal yang teknis. Maka Thomas Alfa Edison akhirnya pun berhasil menemukan lampu bahkan dia juga sebenarnya yang merintis perkeretaapian.

Luar biasa bukan anak yang dicap bodoh oleh guru di sekolah, ternyata justru dikenal sebagai orang yang pandai. Karena sebenarnya setiap anak itu pandai hanya bidang kepandaiannya yang berbeda. Orangtua tidak perlu khawatir sebenarnya dengan keadaan anaknya. Setiap anak pasti memiliki kepandaian tersendiri. Temukan dorong dia di sana dan jadikan dia orang-orang yang berhasil

Tidak ada komentar:

Posting Komentar