Hidup perlu sukses. Tapi apa arti sukses kalau tidak bahagia. Atau saya buat pernyataan yang lain, orang yang sukses adalah orang yang hidupnya bahagia. Lalu, bagaimana berbahagia? Saya akan menceritakan sebuah kisah yang akan kita ambil prinsip hidupnya dan bisa kita pelajari menjadi inspirasi sukses bagi kita semua.
Ny. Moon begitu sedih. Ini kisah seorang ibu yang tinggal di Five Avenue, New York, yang baru saja kehilangan suaminya, William Moon. Ny. Moon begitu sedih setiap malam tiba. Kadang-kadang ia tidak sadar kalau suaminya sudah meninggal. Ketika ia tidur, ia sering meraba sisi tempat tidur yang biasanya ada suaminya tidur di sisinya. Ia mencari-cari suaminya, dan tentu saja ia hanya mendapati bantal guling. Barulah ia tersentak dan sadar bila suaminya sudah meninggal. Itu terjadi beberapa malam setelah kepergian suaminya. Dan ia tidak bisa tidur lagi. Ia hanyut dalam kesendirian, kesepian dan kepedihan yang mendalam. Ia menyesal mengapa ia tidak mati bersama-sama dengan suaminya. Dan memang, saya jarang mendapati couples yang mati bersama-sama. 99,99% pasangan suami istri akan mati salah satu terlebih dahulu. Dan yang satu akan menghadapi situasi kesendirian seperti yang dialami Ny. Moon itu.
Ny. Moon benar-benar sangat menderita hatinya. Ia malas untuk pergi ke pertemuan-pertemuan sosial, karena akan menjumpai pasangan-pasangan lain di sana yang membuatnya akan semakin bersedih, karena dia tinggal seorang diri. Ia mulai mengurung diri, mengurangi pergaulannya dan menikmati kesendiriannya, tetapi dalam kepedihan hatinya. Di tengah situasi seperti itu, ia sering naik bus yang melewati rute-rute yang biasa ia jalani bersama suaminya. Sekedar naik bus tanpa tujuan. Ketika ia naik bus, turun, ganti bus lagi, naik bus, ganti bus lagi, ia sampai pada pinggiran kota New York. Tempat itu begitu sepi. Dan ia mulai berjalan dan berjalan tanpa tujuan, sekedar menghabiskan waktu saja. Sampai akhirnya ia tertarik untuk melihat sebuah bangunan gereja kecil. Waktu itu menjelang sore, dan ada alunan musik lembut dari dalam gereja itu. Ia pun masuk ke dalam gereja itu. Ia duduk di kursi bagian belakang. Karena bukan hari minggu, maka tempat itu kosong. Alunan musik organ yang lembut membuatnya tanpa sadar mengantuk dan tertidur di sana.
Pagi harinya ia terbangun dan terkejut, karena ternyata ada tiga anak yang juga tidur di sampingnya. Ketika ia bangun dan anak-anak itu pun terbangun dan menjadi ketakutan. Lalu janda Moon ini berkata,”Jangan takut, Nak. Saya bukan orang jahat. Saya hanya tertidur di sini”
Mata Ny. Moon memperhatikan ketiga anak yang ada di hadapannya itu. Pakaian mereka lusuh dan compang-camping, kaki mereka tidak bersepatu, tubuhnya kurus dan dekil. Tiba-tiba timbul rasa belas kasihan dalam hatinya.
“Kalian sudah makan, Nak,” tanya Ny. Moon. Ketiga anak itu menjawab,”Sudah tiga hari kami tidak makan, Tante.” Lalu Ny. Moon pun mengajak mereka makan. Ia membelikan makanan dan minuman, dan anak-anak yang kelaparan itu menghabiskan sampai begitu bersih dan tidak tersisa lagi. Setiap tulang yang masih tersisa, yang masih bisa dimakan, dimakan juga. Bahkan sausnya mereka jilati sampai benar-benar bersih.
Dengan mata mereka berbinar-binar mereka berkata kepada Ny. Moon,”Tante, terimakasih. Kami belum pernah makan makanan yang seperti ini. Maafkan kami kalau kami jorok dan tidak sopan.” Wajah mereka berseri-seri dan mereka begitu senang dengan makanan seharga 20 dolar itu.
Mendadak ada sesuatu mengalir dalam hati Ny. Moon. Satu perasaan yang selama ini telah hilang dari sanubarinya. Yaitu perasaan bahagia. Dia mulai merasakan kebahagiaan. Ternyata hanya dengan 20 dolar, ia bisa membuat tiga anak kecil begitu berbinar-binar matanya, berseri-seri wajahnya dan begitu bahagia. Ny. Moon mulai menjumpai sebuah kunci kebahagiaan. Ternyata dengan membuat orang lain bahagia, ia menemukan kebahagiaan pula.
Ny. Moon pulang dengan membawa sebuah konsep hidup yang baru: “Saya bisa bahagia kalau saya membahagiakan orang lain. Saya masih punya rumah, saya punya uang, saya bisa makan rutin setiap hari, tetapi begitu banyak orang yang tidak memiliki kesempatan seperti saya. Selama ini saya hidup untuk diri saya sendiri dan itu membuat saya larut dalam kesedihan. Selama ini saya punya prinsip hidup hanya untuk diri sendiri. Saya bekerja keras mengumpulkan uang, membangun rumah, saya akan menikmatinya, dan itu untuk diri saya sendiri. Saya bahkan tidak pernah memberi, tidak pernah mengikuti kegiatan sosial. Saya tidak pernah berpikir soal memberi, karena saya berpikir ini adalah hak saya, hasil keringat saya, maka saya bisa menikmatinya sendiri. Namun ternyata menikmati kekayaan di dalam kesendirian tidak menghasilkan kebahagiaan. Namun ketika saya mengambil sebagian kecil dari milik saya dan saya berbagi dengan orang lain, itu membuat orang lain bahagia. Dan membuat orang lain bahagia membuat saya berbahagia juga.”
Itulah prinsip hidup Ny. Moon yang baru yang membuatnya bahagia, yang ia temukan di tengah-tengah kesendiriannya. Di dunia ini masih banyak orang lain yang bisa dibahagiakan. Kalau engkau mendapat prinsip yang sama, maka saya yakin, engkau juga akan menjadi orang yang sukses, dalam arti hidup berbahagia.
Ny. Moon begitu sedih. Ini kisah seorang ibu yang tinggal di Five Avenue, New York, yang baru saja kehilangan suaminya, William Moon. Ny. Moon begitu sedih setiap malam tiba. Kadang-kadang ia tidak sadar kalau suaminya sudah meninggal. Ketika ia tidur, ia sering meraba sisi tempat tidur yang biasanya ada suaminya tidur di sisinya. Ia mencari-cari suaminya, dan tentu saja ia hanya mendapati bantal guling. Barulah ia tersentak dan sadar bila suaminya sudah meninggal. Itu terjadi beberapa malam setelah kepergian suaminya. Dan ia tidak bisa tidur lagi. Ia hanyut dalam kesendirian, kesepian dan kepedihan yang mendalam. Ia menyesal mengapa ia tidak mati bersama-sama dengan suaminya. Dan memang, saya jarang mendapati couples yang mati bersama-sama. 99,99% pasangan suami istri akan mati salah satu terlebih dahulu. Dan yang satu akan menghadapi situasi kesendirian seperti yang dialami Ny. Moon itu.
Ny. Moon benar-benar sangat menderita hatinya. Ia malas untuk pergi ke pertemuan-pertemuan sosial, karena akan menjumpai pasangan-pasangan lain di sana yang membuatnya akan semakin bersedih, karena dia tinggal seorang diri. Ia mulai mengurung diri, mengurangi pergaulannya dan menikmati kesendiriannya, tetapi dalam kepedihan hatinya. Di tengah situasi seperti itu, ia sering naik bus yang melewati rute-rute yang biasa ia jalani bersama suaminya. Sekedar naik bus tanpa tujuan. Ketika ia naik bus, turun, ganti bus lagi, naik bus, ganti bus lagi, ia sampai pada pinggiran kota New York. Tempat itu begitu sepi. Dan ia mulai berjalan dan berjalan tanpa tujuan, sekedar menghabiskan waktu saja. Sampai akhirnya ia tertarik untuk melihat sebuah bangunan gereja kecil. Waktu itu menjelang sore, dan ada alunan musik lembut dari dalam gereja itu. Ia pun masuk ke dalam gereja itu. Ia duduk di kursi bagian belakang. Karena bukan hari minggu, maka tempat itu kosong. Alunan musik organ yang lembut membuatnya tanpa sadar mengantuk dan tertidur di sana.
Pagi harinya ia terbangun dan terkejut, karena ternyata ada tiga anak yang juga tidur di sampingnya. Ketika ia bangun dan anak-anak itu pun terbangun dan menjadi ketakutan. Lalu janda Moon ini berkata,”Jangan takut, Nak. Saya bukan orang jahat. Saya hanya tertidur di sini”
Mata Ny. Moon memperhatikan ketiga anak yang ada di hadapannya itu. Pakaian mereka lusuh dan compang-camping, kaki mereka tidak bersepatu, tubuhnya kurus dan dekil. Tiba-tiba timbul rasa belas kasihan dalam hatinya.
“Kalian sudah makan, Nak,” tanya Ny. Moon. Ketiga anak itu menjawab,”Sudah tiga hari kami tidak makan, Tante.” Lalu Ny. Moon pun mengajak mereka makan. Ia membelikan makanan dan minuman, dan anak-anak yang kelaparan itu menghabiskan sampai begitu bersih dan tidak tersisa lagi. Setiap tulang yang masih tersisa, yang masih bisa dimakan, dimakan juga. Bahkan sausnya mereka jilati sampai benar-benar bersih.
Dengan mata mereka berbinar-binar mereka berkata kepada Ny. Moon,”Tante, terimakasih. Kami belum pernah makan makanan yang seperti ini. Maafkan kami kalau kami jorok dan tidak sopan.” Wajah mereka berseri-seri dan mereka begitu senang dengan makanan seharga 20 dolar itu.
Mendadak ada sesuatu mengalir dalam hati Ny. Moon. Satu perasaan yang selama ini telah hilang dari sanubarinya. Yaitu perasaan bahagia. Dia mulai merasakan kebahagiaan. Ternyata hanya dengan 20 dolar, ia bisa membuat tiga anak kecil begitu berbinar-binar matanya, berseri-seri wajahnya dan begitu bahagia. Ny. Moon mulai menjumpai sebuah kunci kebahagiaan. Ternyata dengan membuat orang lain bahagia, ia menemukan kebahagiaan pula.
Ny. Moon pulang dengan membawa sebuah konsep hidup yang baru: “Saya bisa bahagia kalau saya membahagiakan orang lain. Saya masih punya rumah, saya punya uang, saya bisa makan rutin setiap hari, tetapi begitu banyak orang yang tidak memiliki kesempatan seperti saya. Selama ini saya hidup untuk diri saya sendiri dan itu membuat saya larut dalam kesedihan. Selama ini saya punya prinsip hidup hanya untuk diri sendiri. Saya bekerja keras mengumpulkan uang, membangun rumah, saya akan menikmatinya, dan itu untuk diri saya sendiri. Saya bahkan tidak pernah memberi, tidak pernah mengikuti kegiatan sosial. Saya tidak pernah berpikir soal memberi, karena saya berpikir ini adalah hak saya, hasil keringat saya, maka saya bisa menikmatinya sendiri. Namun ternyata menikmati kekayaan di dalam kesendirian tidak menghasilkan kebahagiaan. Namun ketika saya mengambil sebagian kecil dari milik saya dan saya berbagi dengan orang lain, itu membuat orang lain bahagia. Dan membuat orang lain bahagia membuat saya berbahagia juga.”
Itulah prinsip hidup Ny. Moon yang baru yang membuatnya bahagia, yang ia temukan di tengah-tengah kesendiriannya. Di dunia ini masih banyak orang lain yang bisa dibahagiakan. Kalau engkau mendapat prinsip yang sama, maka saya yakin, engkau juga akan menjadi orang yang sukses, dalam arti hidup berbahagia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar